TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Wakil Ketua DPD La Ode Ida merasa malu dan sedih dengan rapat sidang paripurna yang berlangsung ricuh.
Menurutnya, hal itu seperti tontonan drama yang sangat tidak pantas berlangsung saat rapat paripurna.
"Ketua dan Wakil Ketua DPD, Irman Gusman dan Farouk Muhammad, dipaksa untuk tandatangan putusan rapat paripurna Januari lalu tentang perubahan tatib dari lima tahun jadi 2,5 tahun," kata La Ode Ida melalui pesan singkat, Jumat (18/3/2016).
Ia menduga pimpinan DPD saat ini dianggap membangkang dengan putusan rapat paripurna sehingga merasa perlu memaksa tandatangan dihadapan peserta rapat.
Tetapi, Irman dan Farouk Muhammad tidak mau menandatangani perubahan tata tertib itu.
"Umumnya anggota tak puas sehingga pihak pengamanan pun harus turun tangan. Mosi tak percaya pada pimpinan pun dilontarkan," katanya.
La Ode menjabat pimpinan DPD selama 10 tahun. Ia merasa prihatin dengan kejadian tersebut.
Ia menilai marwah lembaga wakil daerah itu jadi demikian hancur akibat ulah figur-figur di dalamnya.
Pasalnya soal kursi atau jabatan pimpinan.
"Sebagian besar anggota mungkin saja tak puas dengan kinerja pimpinan sehingga merasa perlu segera disingkirkan. Sementara tiga orang pimpinan ngotot pertahannya. Yang terakhir ini bisa dimaklumi," katanya.
Selain itu, La Ode Ida juga melihat ada yang tergiur dengan tampilan formal.
Ia menduga ada yang tidak puas dengan fasilitas negara yang besarannya sangat tinggi.
"Rata-rata bisa menikmati di atas Rp100juta per-bulan. Maklum, semua uang yang diberikan hanya gunakan administrasi lumpsum sebagai pertanggungjawabannya. Jatahnya kelas bisnis, digunakan kelas ekonomi, dan sejenisnya. Gak perlu tanya tentang hasil kerjanya yang mungkin kian ga jelas, karena bisa jadi akan buat para anggota yang terhormat itu jadi marah besar pada yang kritis," kata Komisioner Ombudsman itu.