TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Golkar (PG) akan segera menggelar Musyawarah Nasional (Munas) bulan Mei mendatang.
Agenda utama adalah pemilihan Ketua Umum (Ketum). Sejumlah nama telah muncul sebagai bakal Calon Ketua Umum (Caketum).
Salah satunya adalah Airlangga Hartarto (AH) yang saat ini menjadi anggota Komisi XI DPR.
AH telah melakukan sejumlah roadshow atau silahturami ke pengurus Daerah Pimpinan Daerah (DPD) tingkat I (propinsi) dan tingkat II (kabupaten/kota). Sampai saat ini, sudah 22 DPD I dan lebih dari 400 DPD II telah didatangi. AH ingin memperkenalkan diri kepada pengurus DPD I maupun DPD II.
Dia ingin dekat dan ada bersama pengurus DPD. Dia juga ingin menjelaskan darimana dia berasal, bagaimana latar belakang keluarga dan pekerjaannya serta sejak kapan dia berada di Golkar.
Yang paling penting adalah AH ingin memperkenalkan visi dan misinya serta apa yang akan dilakukan jika terpilih sebagai Ketum Golkar nanti.
Salah satu tekad yang akan dibangun adalah menampung generasi Y atau yang bisa disebut sebagai generasi “milenium”. Golkar dijadikan sebagai wadah dan rumah berkumpul bagi generasi milenium.
"Generasi Y perlu diwadahi dalam partai politik (parpol). Mereka kelompok mayoritas saat ini," kata AH dalam roadshow ke Medan, Sumatera Utara (Sumut).
Siapakah generasi Y itu? Berbagai literatur menyebutkan generasi Y adalah para anak muda yang lahir antara tahun 1981-1994. Mereka banyak menggunakan teknologi komunikasi instan seperti email, SMS, instan messaging dan media sosial seperti facebook dan twitter.
Mereka juga suka main game online. Mereka anti kemapanan dan status quo serta selalu menginginkan hal baru atau perubahan.
Mereka sangat menghormati sikap egaliter, aktif berkomunikasi lewat medsos secara massif, pejuang demokrasi, pengagum kebebasan dan tidak suka diseragamkan.
AH menjelaskan dunia sekarang ini sedang dikuasai para generasi tersebut. Berbagai perubahan dunia muncul dari generasi itu. Perkembangan dunia pun mengikuti ciri generasi tersebut.
AH menilai mayoritas masyarakat Indonesia saat ini diisi oleh generasi Y tersebut. Jumlah pemilih dari generasi Y tersebut juga sangat banyak. Pada Pemilu 2019 mendatang, usia mereka rata-rata 20-25 tahun.
“Jika kelompok ini diwadahi dan parpol dibangun secara baik, tanpa praktik-praktik tercela, deparpolisasi tidak akan terjadi,” ujar putra dari mantan Menko Wasbangpan pada era Orde Baru, Hartarto Sastrosoenarto.
AH menegaskan apa yang terjadi dengan bakal calon Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau yang biasa dipanggil Ahok saat ini adalah perlawanan dari generasi Y terhadap parpol yang disebut sebagian kalangan sebagai deparpolisasi. Mereka sesungguhnya tidak anti parpol, tetapi tidak suka dengan parpol yang korup, pragmatis, jauh dari perjuangan akan rakyat dan money politics. Mereka muak dengan praktik mahar politik yang ada di parpol karena kehadiran mahar membuat banyak anak bangsa berkualitas tidak bisa maju menjadi calon pemimpin, baik di tingkat lokal maupun nasional.
"Kondisi itu tidak bisa disalakan para generasi tersebut karena parpol gagal bekerja sesuai harapan rakyat. Kami ingin ciptakan kaderisasi dan regenerasi dengan menampung mereka dari generasi tersebut," tutur mantan Ketua Komisi VI DPR ini.
Dia memberi contoh peran generasi ini dalam konteks politik Indonesia yaitu lengsernya Setya Novanto (SN) dari Ketua DPR. Mereka menggunakan Medsos untuk mempengaruhi opini sehingga akhirnya SN mundur.
“Sasaran untuk mengingkatkan suara Golkar kedepan adalah dengan menampung dan memberdayakan mereka dari generasi ini. Komunikasi dalam medsos dibuka seluas-luasnya dan menjadi bagian dari infrastruktur komunikasi partai,” jelasnya.