TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pernyataan Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki menunjukan pemerintah masih belum memiliki sikap dan posisi yang jelas terkait penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu.
Hal tersebut diungkapkan Ketua Setara Institute, Hendardi, dalam keterangan yang diterima tribunnews.com, Kamis (31/3/2016).
"Meskipun masih bimbang, argumentasi Teten menunjukkan seolah urusan penyelesaian pelanggaran HAM bukanlah hal utama yang menjadi prioritas Presiden Jokowi," kata Hendardi.
Menurutnya perumpamaan Teten keliru.
Teten sebelumnya menyebut jika perut kenyang maka urusan akan selesai, jika perut lapar, maka kekacauan akan terjadi.
"Dengan argumentasi keliru itu, maka atas nama menciptakan kesejahteraan, urusan HAM masa lalu dinegasikan," katanya.
Masih kata Hendardi, dua tahun berjalan seharusnya pemerintah Jokowi cukup waktu untuk mengambil sikap terkait isu HAM masa lalu.
Jokowi bisa mengambil sikap di tengah ketidakpercayaan publik pada skema yang digagas Menkopolhukam dan Jaksa Agung dengan membentuk Tim Gabungan unsur-unsur institusi negara yang sebenarnya bagian dari masalah.
kata Hendardi, membentuk sebuah komisi kepresidenan merupakan jawaban atas kebuntuan penyidikan atas kasus pelanggaran HAM.
"Sebaiknya Jokowi membentuk Komisi Kepresidenan Pengungkapan Kebenaran dan Pemulihan Korban yang diisi orang-orang yang kredibel, berintegritas, dan teruji pada pembelaan HAM," ungkapnya.