Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Konflik di tubuh Partai Keadilan Sejahtera (PKS) akhirnya mengemuka.
Surat pemberhentian Fahri Hamzah dari keanggotaan PKS beredar di masyarakat.
Surat tersebut dikeluarkan Majelis Tahkim PKS atas rekomendasi Badan Penegak Disiplin Organisasi (BPDO).
Surat tersebut seakan menjadi akhir teka-teki persoalan Fahri Hamzah.
Pada Bulan Februari 2016, Wakil Ketua Majelis Syuro PKS Hidayat Nur Wahid membantah adanya kabar pemecatan Fahri Hamzah.
Ia justru mempertanyakan kabar yang menyebutkan pria yang turut menjabat sebagai Wakil Ketua DPR RI itu dipecat.
Namun, kini surat pemberhentian Fahri telah tersebar meskipun Presiden PKS Sohibul Iman masih belum mengetahui apakah surat tersebut asli atau tidak.
"Saya tidak tahu keaslian surat yang beredar tersebut. Jadi saya tidak bisa mengomentari surat tersebut," kata Sohibul ketika dikonfirmasi, Minggu (3/4/2016)
Fahri Hamzah yang dikonfirmasi mengenai kabar pemecatan tersebut hanya berkata singkat.
"Aku tidak paham," imbuh Fahri.
Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini mengaku belum dapat berkomentar banyak mengenai surat yang beredar tersebut.
Sebab, dirinya belum mendapatkan surat itu dari DPP PKS.
"Belum diberitahu oleh DPP," kata Jazuli.
Ia pun menilai surat tersebut perlu dicek kembali keasliannya.
Hal tersebut dikarenakan DPP PKS belum mengirimkan surat itu kepada Fraksi PKS.
"Saya belum tahu keaslian surat tersebut," imbuh anggota Komisi III DPR itu.
Pengamat Politik Khikmawanto menilai surat pemecatan Fahri Hamzah akan membuat internal PKS bergejolak.
"Jelas akan ada gaduh di internal PKS sendiri tapi efeknya tidak terlalu besar," imbuhnya kepada Tribunnews.com.
Ia menilai PKS seharusnya dapat menerima tindakan yang dilakukan Fahri Hamzah selama ini.
Apalagi, PKS yang memiliki ideologi Islam terlihat seperti partai politik terbuka.
"Perkaranya adalah Fahri ini sulit sekali dikendalikan oleh partai," tuturnya.
Khikmawanto menilai sikap kritis Fahri Hamzah yang berkata apa adanya membuat internal PKS tidak merasa nyaman.
"Kembali lagi harusnya diterima sebagai konsekuensi partai 'terbuka'," ucapnya.
Sementara Pengamat Politik Raya Rangkuti melihat pimpinan PKS telah berhitung secara politik mengeluarkan surat tersebut.
Meskipun, Fahri merupakan pemilik suara terbesar PKS di Daerah Pemilihan Nusa Tenggara Barat.
"Tidak berkurang tetapi berpindah tempat, sebab dalam bayangan saya, cara berpikir pengurus PKS kalau keadaan kayak begini (konflik) terus maka bukan hanya NTB tetapi hilang Jakarta dan Jawa Barat. Mungkin satu kursi hilang tetapi dapat tempat di wilayah lain," ujarnya.
Sebelumnya, Majelis Tahkim menerima rekomendasi Badan Penegakkan Disiplin Organisasi (BPDO) PKS terkait pemberhentian kadernya Fahri Hamzah.