TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gerakan Umat Islam Nusantara meminta Detasemen Khusus antiteror (Detasemen 88) dibubarkan.
Hal itu terkait dengan kematian Siyono di Klaten beberapa waktu lalu yang disangka melakukan aksi terorisme.
"Densus 88 harus dibubarkan segera, kasus Siyono jadi contoh bahwa Densus 88 merupakan teroris yang sesungguhnya," jelas koordinator aksi, Abu Nusaiba di kantor Komnas HAM, Senin (11/4/2016).
Dia mengatakan, sesungguhnya seorang manusia tidak boleh menghilangkan nyawa seseorang yang tidak bersalah.
Jika hal itu dilakukan, maka di akhirat nanti akan ada pembalasan bagi anggota Densus.
Abu Nusaiba juga menyatakan bahwa kematian Siyono sesungguhnya tidak boleh terjadi karena Siyono jelas tidak bersalah melakukan tindakan terorisme.
"Siyono hanya guru ngaji, bukan teroris dan guru ngaji itu harus mati di tangan arogansi petugas Densus 88," tambahnya.
Pembubaran Densus 88, kata Abu, agar tidak ada lagi aksi teroris yang dilakukan oleh aparat kepolisian di hari ke depan dan meminta kepada negara untuk menyeret kepala Densus 88 dan pejabat terkait untuk diadili.
"Pemerintah harus segera membubarkan Densus 88 untuk kemanan dan kenyamanan Indonesia," lanjutnya.
"Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar," sambut demonstran lainnya.
Sebelumnya, informasi yang diperoleh dari sumber Densus 88 dikutip dari Kompas.com, kematian terduga teroris Siyono saat ditahan Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri terus dipermasalahkan.
Densus 88 dituduh melanggar hak asasi manusia dan menyalahi prosedur penangkapan, sehingga menyebabkan terduga teroris asal Klaten itu tewas.
Penangkapan Siyono 8 Maret 2016 lalu itu diawali dengan serangkaian penangkapan kelompok JI di Pamanukan, Yogyakarta, Klaten dan Semarang pada Mei 2014 silam.
Sembilan terduga teroris ditangkap dan seluruhnya ditetapkan sebagai tersangka.