TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ribuan kasus pajak terus menggunung setiap tahunnya. Walhasil, dibutuhkan perhatian khusus agar perkara pajak bisa secepatnya diselesaikan.
Koordinator Satgas Pengawasan Peradilan Indonesia, Farhat Abbas meminta kepada Komisi III DPR untuk serius dalam upaya menyelesaikan Rancangan Undang-undang (RUU) Jabatan Hakim yang khusus mengatur kasus pajak yang terus menggunung di MA.
"Komisi hukum DPR harus memasukkan kamar khusus pajak dalam pembahasan RUU Jabatan hakim," ujar Farhat saat dihubungi, Rabu (12/4/2016).
Sebab, kata Farhat, bila tidak kamar khusus yang menangani pajak, maka bisa dipastikan banyak kasus pajak yang mangkrak dan tidak tertangani dengan baik. "Kalaupun nantinya kasus pajak tetap dimasukkan ke kamar Tata Usaha Negara (TUN) tidak masalah, asalkan ketua kamarnya harus dari orang pajak," saran advokar senior ini.
Dia menyebut, setiap tahunnya 65 persen perkara yang masuk dalam kamar TUN di MA adalah perkara pajak. "Jumlahnya jauh melebihi perkara lain seperti Pilkada, HAM, yang juga sama-sama masuk dalam kamar TUN,” tuturnya.
Seharusnya, kata dia, perkara pajak perlu diprioritaskan. Apalagi hampir 70 pendapatan terbesar negara Indonesia berasal dari pajak. "Kalau banyak kasus pajak tidak tertangani dengan baik, tentu pendapatan negara akan terganggu," ujarnya.
Kendati demikian, dia haqul yakin Komisi III DPR akan segera meminta kepada MA untuk membentuk kamar khusus yang menangani pajak. Bila sudah ada kamar tersebut, dia berkeyakinan kasus pajak yang selama ini mendominasi bisa terselesaikan dengan cepat.
Sementara, Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Benny K Karman menegaskan, dalam RUU Jabatan hakim juga akan membahas mengenai usia hakim yang sebelumnya 70 tahun menjadi usia 65 tahun.Tujuannya, kata Benny agar kinerja hakim lebih efektif dan putusan-putusanya lebih baik dan berkualitas.
“Komisi III terus berupaya untuk mempercepat pembahasan RUU masa Jabatan Hakim ini. Kita ingin jabatan hakim agung ini dibatasi menjadi 65 tahun atau minimal sama seperti Hakim Mahkamah Konstitusi (MK)” ujar Benny.
Menurut Benny, dengan penetapan usia 65 tahun usia hakim akan terjadi periodesasi dan kinerja para hakim akan menjadi lebih baik dan produktif. Selain itu, masa jabatan hakim agung juga akan dibatasi selama 5 tahun saja. “Kalau hakim agung mau maju lagi ya harus diajukan melalui Komisi Judicial untuk lima tahun berikutnya dan selanjutnya diserahkan ke DPR. Jadi akan ada periodisasi,” katanya.
Politikus Demokrat itu juga menyoroti proses sistem kamar di MA.
Seperti diketahui, di lembaga tertinggi peradilan tersebut ada beberapa kamar, yaitu, Kamar Pidana, Kamar Perdata, Kamar Agama, Kamar Militer dan Kamar Tata Usaha Negara (TUN). Dia mencontohkan, salah satu Kamar yang paling banyak menangani perkara adalah bidang perpajakan, perizinan, lingkungan hidup dan judicial review.
Empat bidang tersebut selama ini disatukan menjadi satu kamar di TUN yang membuat bertumpuknya perkara. Atas kondisi itu, dalam RUU tentang Jabatan Hakim telah dikaji bahwa akan ada kamar yang khusus menangani perkara pajak.
“Soalnya setiap bulan ada 300 kasus perkara pajak yang masuk. Artinya setahun ada 3.600 perkara. Ini perlu mendapat perhatian serius,” tandasnya. Ia menegaskan, masalah perpajakan adalah masalah strategis bagi bangsa ini. Perkara pajak membutuhkan kamar tersendiri di MA agar proses perkaranya bisa cepat selesai.
“Nantinya hakim yang menangani kasus perpajakan akan dipimpim hakim agung yang mengerti bidang Perpajakan. Bisa darimana saja," ujarnya. Benny ingin kasus perpajakan ini benar-benar ditangani secara serius dan tidak dibiarkan berlama-lama.