"Karena Bima ini digarap oleh kelompok-kelompok radikal, sehingga perlu dilakukan upaya khusus program khusus untuk menetralisir berkembangnya terorisme dan radikalisme pro kekerasan di Bima," tuturnya.
Santoso Nekat
Tito juga menyebut sosok Santoso yang kini berada di Poso sebagai figur yang nekat dan pemberani.
Sifat yang dimiliki Santoso itulah yang kemudian beberapa kalangan yang melakukan perlawanan kepada pemerintah memilih bergabung dengan kelompok Santoso.
"Santoso pernah kami tangkap tahun 2005 dalam kasus perampokan. Dalam penilaian kami, dia bukan ideolog tapi dia sosok yang pemberani dan nekat," kata Tito.
Santoso lanjut Tito juga tidak pernah mengatur pergerakan kelompok radikal ke Poso, Sulawesi Tengah. Namun Santoso perlu ditangkap karena dia menjadi simbol perlawanan tersebut.
"Bukan dia (Santoso) yang atur datangnya kelompok-kelompok lain ke situ. Tapi ada jaringan di sekitarnya yang mengatur perjalanan itu sehingga Santoso penting ditangkap karena simbol perlawanan itu," kata mantan Kepala Polda Metro Jaya itu.
Makin Lemah
Kelompok Santoso menurut Tito juga kini kondisinya semakin melemah. Santoso kini hanya diikuti oleh 28 orang dan terkepung di salah satu hutan lebat di Pegunungan Biru, Poso, Sulawesi Tengah.
Tim Satuan Tugas Tinombala gabungan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian RI tengah memutus pergerakan dan jalur komunikasi antara kelompok Santoso dengan para simpatisannya.
Tak hanya terdesak, kelompok Santoso saat ini juga tak banyak menuai simpati dari warga Poso. Simpatisannya hanya berjumlah puluhan orang.
"Saya enggak bisa sebut angkanya, tapi saya kira puluhan," kata Tito.
Para simpatisan itu umumnya adalah mereka yang pernah menganggap Santoso sebagai 'pahlawan' saat terjadi konflik di Poso pada 2005.
"Karena dulunya di daerah konflik dan salah satu pahlawan konflik. Otomatis yang dukung dia, simpatisan-simpatisan dia (Santoso) ada," kata Tito.
BNPT, kata Tito, akan melakukan pendekatan dengan warga di Poso yang diduga menjadi simpatisan kelompok Santoso. Pendekatan akan dilakukan melalui pemangku kepentingan di Poso dan pemerintah pusat serta pemerintah daerah.
"Konflik sudah selesai, mari kita bangun. Pendekatan melalui stakeholders terkait, pemerintah pusat dan daerah bagaimana mempercepat pembangunan di sana. Agar masyarakat trauma ini bekerja dan melupakan konflik yang lalu," kata Tito.