TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Setelah Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR, Setya Novanto memberikan keterangan untuk terakhir kalinya pada Kamis (11/2/2016) silam, belum ada kelanjutan berarti dalam kasus dugaan permufakatan jahat yang awam disebut Skandal Papa minta saham.
Jaksa Agung Muhammad Prasetyo akhirnya menjelaskan sebab tidak adanya kelanjutan dari kasus yang diduga sebagai awal upaya permintaan saham dari PT. Freeport Indonesia (PT. FI).
"Kami endapkan dulu," kata Muhammad Prasetyo di Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (15/4/2016).
Sulitnya mencari keterangan dari pengusaha minyak dan gas Muhammad Riza Chalid, diakui Prasetyo menjadi satu sebab perkara yang membuat Novanto mundur dari Ketua DPR.
Skandal papa minta saham bermula ketika Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said melaporkan mantan Ketua DPR RI Setya Novanto ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) pada Senin (16/11/2015).
Pelaporan itu dilakukan karena Sudirman mengetahui Setya mencatut nama presiden dan wakil presiden saat bertemu Direktur Utama PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsuddin bersama pengusaha Muhammad Riza Chalid dari sebuah rekaman pembicaraan.
Dalam pertemuan tersebut mantan Ketua DPR meminta sejumlah saham PLTA Urumka, Papua yang tengah dibangun PT FI dan berjanji memuluskan negosiasi perpanjangan kontrak karya perusahaan tambang asal negeri Paman Sam itu.
Kejaksaan melihat ada dugaan permufakatan jahat dalam pembicaraan tersebut yang dapat dijerat dengan undang-undang tindak pidana korupsi.
Selama proses penyelidikan berlangsung, Novanto telah memberikan keterangan kepada Kejaksaan Agung sebanyak tiga kali.