TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR Arsul Sani menilai penggunaan istilah buronan BLBI Samadikun Hartono ditangkap di Cina tidak tepat.
Pasalnya, aparat penegak hukum Indonesia tidak memiliki yuridiksi untuk menangkap orang diluar teritori Indonesia.
"Jadi aparat penegak hukum itu, para petinggi hukum hati-hati ngomong gitu karena dapat menyinggung aparat hukum negara lain, kalau di negara lain mungkin menyerahkan diri, kalau ada CIA dan FBI tersinggung enggak kita," kata Arsul di Gedung DPR, Jakarta, Senin (18/4/2016).
Arsul mengatakan dirinya akan bertanya kepada Kejaksaan Agung mengenai hal tersebut.
Politikus PPP itu mengungkapkan dibutuhkan kerjasama BIN dan Kejaksaan Agung dengan aparat keamanan setempat.
"Apakah BIN dan kejaksaan karena itu bisa menyinggung aparat penegak hukum yang bersangkutan," ujarnya.
Diketahui, Samadikun divonis bersalah dalam kasus penyalahgunaan dana talangan dari Bank Indonesia atau BLBI senilai sekira Rp2,5 triliun yang digelontorkan ke Bank Modern menyusul krisis finansial 1998.
Kerugian negara yang terjadi dalam kasus ini sebesar Rp169 miliar. Berdasarkan putusan Mahamah Agung (MA) tertanggal 28 Mei 2003, mantan Presiden Komisaris Bank PT Bank Modern Tbk itu dihukum empat tahun penjara.
Selain Samadikun, Kejaksaan Agung masih mengejar buronan lain, di antaranya, Lesmana Basuki, Eko Edi Putranto, Hary Matalata, Hendro Bambang Sumantri, Hesham al Warraq, dan Rafat Ali Rizvi.