TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Umum DPP PPP kubu Djan Faridz Habil Marati mengatakan, pihaknya menolak putusan Kementerian Hukum dan HAM yang mengesahkan kepengurusan Romahurmuziy alias Romi.
Menurut Djan putusan Menkumham terkait pengesahan kepengurusan kubu Romi telah mengangkangi hukum. Yakni, mengabaikan putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengesahkan Muktabar Jakarta dibawah kepemimpinan Djan Faridz.
"DPP PPP menolak dan mengecam dengan keras sikap Menkumham (Yasonna Laoly) yang terang-terang melawan keputusan MA yang telah memutuskan DPP PPP hasil Muktamar Jakarta," kata Habil kepada wartawan di DPP PPP, Jakarta, Selasa (3/5/2016).
Habil menyebutkan, DPP PPP merasa kecewa dengan Menkumham Yasonna yang ikut campur dalam konflik internal PPP.
Padahal Menkumham, kata dia, seharusnya hanya sebagai pihak yang mencatat kepengurusan Parpol yang disahkan oleh UU.
"Hari ini kami merasa kecewa dengan keluarnya SK Muktamar Pondok Gede yang merupakan Muktamar abal-abal," katanya.
Dia menyebut, dengan dikeluarkannya SK tersebut, Menkumham telah memperuncing konflik di internal PPP. Padalah, kata dia, konflik di internal partainya sudah selesai. Yakni dengan keluarnya putusan MA.
Habil menilai, Mukernas yang memenangkan Romi di luar agenda DPP PPP yang sah.
"Kami tahu bahwa kegiatan yang dilakukan teman-teman (Romi) yang menamakan dirinya PPP adalah kegiatan di luar agenda DPP, tanpa sepengetahuan DPP PPP, tanpa melalui musyawarah," katanya.
Selain itu, dia menilai kehadiran Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam acara Muktamar Pondok Gede, tanpa sepengetahuan DPP PPP pihaknya.
Namun, pihaknya menganggap kehadiran Jokowi semata-mata untuk menghargai warga negara yang berkumpul melaksanakan kegiatan organisasi yang dijamin UU.
"Presiden itu adalah milik semua orang. Kami pun seandainya melaksanakan kegiatan yang lebih besar, maka beliau harus hadir, karena kami juga rakyat beliau yang bergabung dalam DPP PPP," kata dia.