Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua DPP Golkar Ahmad Doli Kurnia menegaskan penolakannya terhadap sumbangan wajib Rp 1 Miliar bagi calon ketua umum.
Ia mengingatkan kader Golkar menginginkan Munaslub yang berkualitas.
"Indikatornya demokratis, rekonsiliatif berkeadilan, dan bersih. Bersih itu bersih dari politik uang dan sebagainya," kata Doli dalam peluncuran buku 'Mengembalikan Golkar ke Hati Rakyat' di Jakarta, Minggu (8/5/2016).
Doli mengatakan pemaknaan politik uang bukan hanya transaksi dengan pemilik suara.
Melainkan keputusan organisasi yang jauh dari uang
"Kalau sudah dibuka orang yang jadi ketua umum harus bayar, ini akan menguatkan budaya kapitalisme," tutur Doli.
Ia juga mengingatkan politik merupakan panggilan.
Seseorang merasa terpanggil mengabdi bagi partai politik, sehingga menjadi aneh bila orang yang ingin mengabdi diharuskan membayar.
Doli menyarankan agar dana Munaslub dilakukan dengan cara gotong royong.
Munaslub Golkar diperkirakan memakan biaya Rp 45 Miliar.
"Ayok gotong royong bikin kekuatan fund raising. Kemarin generasi muda pakai kotak donasi, dalam 3 minggu kumpul Rp 770 juta kita berikan kepada panitia," katanya.
Dikatakan dia, beban tidak boleh diberikan kepada orang per orang, apalagi dalam AD/ART semua kader Golkar punya hak memilih dan dipilih.
Doli juga mengingatkan penentuan Ketua Umum Golkar dilakukan peserta Munaslub.
Hal itu sesuai AD/ART dimana dukungan peserta minimal 30 persen.
"Alhamdulillah panitia sadar, diubah. Walaupun menurut saya itu jadi polemik baru. Masa 6 orang bayar, 2 lagi enggak bayar. Itu sebenarnya enggak adil," katanya.
Ia menilai uang yang telah dikumpulkan panitia dikembalikan kepada calon ketua umum.
Kemudian, calon ketua umum atau kader dipersilahkan menyumbang bagi Munaslub Golkar.
"Kalau mau adil dikembalikan lagi yang Rp 1 miliar semua, lalu diumumkan bagi kader yang mau menyumbang termasuk kader itu berapa besarnya ya diterima. Bentuknya sumbangan," katanya.