Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Empat WNI masih disandera kelompok bersenjata di Filipina. Wakil Ketua Komisi I DPR Hanafi Rais menilai perusahaan asal empat WNI tersebut dapat membebaskannya dengan uang tebusan.
"Ya harus ditebus oleh perusahaan tempat empat ABK WNI itu bekerja. Pemerintah RI enggak mungkin punya kebijakan bayar tebusan," kata Hanafi melalui pesan singkat, Minggu (8/5/2016).
Hanafi mengungkapkan persoalan sandera sebaiknya segera diselesaikan oleh perusahaan atas bantuan lobi dan diplomasi pemerintah Indonesia.
Politikus PAN itu juga meminta pemerintah mengukur perkembangan politik Filipina. Dimana, Filipina akan mengadakan pemilihan presiden pada Senin 9 Mei 2016.
"Banyak kalangan menyebut jika Duterte menang maka kebijakannya akan konservatif dan tidak ada kompromi dengan kelompok Abu Sayyaf alias pendekatannya militer," ujarnya.
Ia menilai bila hal tersebut dilakukan maka langkah penyelamatan WNI yang disandera beresiko tinggi. Untuk itu tebusan hanya bisa dilakukan oleh perusahaan.
"Lakukan saja secara diam-diam, sebelum atau setelah pilpres Filipina? Yang penting secepatnya," katanya.
Sebelumnya, Otoritas Filipina menyebut pelaku penculikan empat WNI pada Jumat (15/6/2016) adalah tujuh pria bersenjata.
Aksi penculikan berawal dari pembajakan dua kapal berbendera Indonesia, di perairan Tawi-Tawi, perbatasan Malaysia -Filipina.
Menurut Juru Bicara Komandan Mindanao Barat, Mayor Filemon Tan, insiden terjadi pukul 18.30 dan awalnya awak dua kapal itu dikira warga Malaysia.
Tujuh pria bersenjata yang mengendarai speedboat kemudian menaiki satu dari dua kapal tersebut, yaitu Kapal Tunda TB Henry.
Telah diberitakan bahwa dua kapal yang dibajak membawa total 10 orang ABK WNI. Seorang di antaranya berakhir tertembak, lima orang selamat dan empat orang diculik.