TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Rencana pemerintah pada 2017 untuk mengganti raskin (beras miskin) dengan voucher dinilai bisa mengganggu ketahanan pangan nasional.
Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Herman Khaeron mengatakan, rencana pemerintah menggeser peran dan fungsi Badan Urusan Logistik (Bulog) melalui pemberlakuan voucher ini juga rawan memicu aksi spekulasi di pasar
“Raskin adalah cermin dari sistem ketahanan pangan nasional, dan kalau itu dihapus dikhawatirkan akan menimbulkan destabilisasi pangan khususnya beras,” ungkapnya dalam diskusi bertajuk "Arah Kebijakan Voucher Pangan" di Jakarta, Rabu (18/5/2016).
Sedangkan voucher pangan diperkirakan bakal menjadi permainan spekulan. Sistem dari pemerintah ini sering membuka celah bagi spekulan.
Karena itu ia mengingatkan agar pemerintah berhati-hati jika memaksakan pemberlakuan vocherini. “Saya lebih setuju dan ini mungkin jalan tengah, yaitu bila vocher ini, ditujukan untuk diversifikasi pangan khususnya terhadap pangan lokal,” katanya.
Ia member contoh, di Irian Jaya , masyarakat biasa mengkonsumsi sagu atau umbi-umbian. Maka pemberlakuan voucher bisa dilakukan disesuaikan dengan pangan lokal, sehingga tujuan diversifikasi pangan juga tercapai.
Deputi III Kantor Staf Presiden (KSP) Bidang Manajemen Isu Strategis, Denni Puspa Purbasari mengatakan, saat ini payung hukum untuk kebijakan voucher pangan sedang dipersiapkan. "Ini instruksi dari Presiden yang menyasar 15 juta rumah tangga sasaran," katanya.