Diawali larangan Munas ke-9 Bali pada 30 November – 3 Desember 2014 versi Aburizal Bakrie (Ical) oleh Menko Polhukam, Tedjo Edhi Purdijatno, melalui Kapolri.
Menyusul perpecahan kubu Ical dan Agung Laksono (yang menyelenggarakan Munas versi Ancol, Jakarta), yang diperantarai Menkumham Yasonna H Laoly.
Pengamat Politik LIPI, Prof DR Siti Zuhro dalam kata pengantarnya menegaskan bahwa konflik tersebut lebih disebabkan proses penggantian elite yang tidak sebagaimana mestinya.
Dijelaskan, konflik berulang antara lain disebabkan panjangnya antrian regenerasi di Golkar. Sehingga regenerasi seolah mampat.
Partai Golkar diharapkan jadi role model rumah persemaian kader calon pemimpin.
"Karena itu, Golkar harus mampu menciptakan kontestasi/kompetisi dengan memberikan peluang dan akses yang sama untuk kader-kader terbaik yang dimiliki partai peraih suara terbanyak pemilu legislatif 2014 ini,” kata Siti Zuhro.
Pasca Munaslub Bali, dengan terpilihnya Ketua Umum Setya Novanto, Mulawarman berharap ke depan Golkar mampu berjaya lagi sebagai salah satu partai terbesar di Indonesia, menjadi partai yang sehat dan semakin modern.
"Impian itu akan tercapai jika Golkar sudah mampu menjadi solid. Pada dasarnya Golkar hanya akan selamat dan berjaya, apabila Golkar solid dan bersatu. Konflik hanya akan merugikan Golkar. Bisa kah Golkar membuktikannya, waktu yang akan menjawabnya," kata Mulawarman.