TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sidang dengan agenda pembacaan putusan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin bakal digelar pada hari Kamis 8 Juli 2016.
"Biasanya sidang di hari Rabu, kalau dua minggu dari sekarang jatuhnya di tanggal 8 Juni 2016," kata Hakim Ketua Ibnu Basuki di ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar, Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu (25/5/2016).
"Puasa ya pak?" Tanya Nazaruddin.
"Ya nggak apa-apa. sama-sama puasa. Alhamdulilah ibadahnya lebih banyak," kata hakim Ibnu.
"Jadi putusan hari Kamis, Insya Allah. Tanggal 9 Juni 2015," katanya.
Untuk diketahui, sidang Nazaruddin sebagai terdakwa penerima hadiah dari pembangunan Wisma Atlet SEA Games Jakabaring, Palembang dan Gedung Serbaguna Pemprov Sumatera Selatan serta melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU), sudah berjalan sejak akhir tahun 2015.
Sejumlah saksi juga telah dihadirkan. Salah satunya adalah atasan Nazaruddin di Partai Demokrat kala itu, Anas Urbaningrum.
Kepada wartawan sebelumnya, Nazar mengaku ikhlas dengan apapun keputusan hakim.
"Apapun tuntuan jaksa, apapun putusan hakim saya ikhlas. Jadi bagi saya yang pernah melakukan kesalahan, saya minta maaf sama rakyat Indonesia, dengan niat memperbaiki diri saya akan bantu mengungkapkan semuanya yang saya tahu ke KPK," kata Nazaruddin.
Diketahui, dalam perkara ini, JPU KPK menuntut Nazaruddin dengan hukuman tujuh tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsidair 1 tahun kurungan.
Selain itu, Jaksa juga menuntut agar harta kekayaan Nazaruddin sekitar Rp600 miliar dirampas untuk negara.
Berdasarkan surat dakwaan, sumber penerimaan keuangan Permai Grup berasal dari fee pihak lain atas jasanya mengupayakan sejumlah proyek yang anggarannya dibiayai pemerintah.
Dari uang tersebut, salah satunya Nazaruddin membeli saham PT Garuda Indonesia sekira tahun 2011, menggunakan anak perusahaan Permai Grup.
Nazar dituntut pidana sebagaimana diatur Pasal 12 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Selain itu, Nazaruddin dinilai melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Pasal 3 ayat (1) huruf a, c dan e Undang-Undang Nomor 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan UU No 25 Tahun 2003 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.