Laporan Wartawan Tribunnews.com, M Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi VIII, Ledia Hanifa menilai Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu) Nomor 1 tahun 2016 tentang Perubahan ke 2 atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak hanya berisi mengedepankan pemberatan hukuman terhadap pelaku kejahatan anak saja.
"Perppu yang berjudul perlindungan anak sebetulnya isinya lebih pada pemberatan hukuman. Satu sisi tampaknya ada upaya tambahan pidana, sisi lain menunjukkan pemerintah belum pernah mengevaluasi aspek hukuman di UU 35/2014 tentang perlindungan anak," kata Ledia saat dikonfirmasi, Kamis (26/5/2016).
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menilai, perlindungan anak harus meliputi kewajiban orang tua dan keluarga, pengasuhan, pemenuhan kebutuhan dasar, perwalian, penjagaan, rehabilitasi terhadap perilaku sosial menyimpang dan lai-lain. Dirinya menegaskan bahwa perlindungan anak bukan hanya sekedar pemberatan hukuman saja.
"Bukan hanya pemberatan hukuman," tegasnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menyatakan dirinya setuju bahwa adanya Penambahan Pidana atau Pidana Subsider, yaitu hukuman kebiri dengan bahan kimia bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak.
Tidak hanya kebiri kimia, Presiden juga setuju pemasangan alat deteksi elektronik dan pengumuman identitas pelaku ke publik.
"Pidana tambahan yaitu pengumuman identitas pelaku, tindakan berupa kebiri kimia, dan pemasangan alat deteksi elektronik," ujar Presiden di Istana Negara, Jakarta, Rabu (25/5/2016).