Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eri Komar Sinaga
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dua berkas penyidikan tersangka Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja dan Trinanda Prihantoro dinyatakan lengkap (P21).
Berkas keduanya pun telah dilimpahkan kepada penuntut umum.
"Hari ini ada pelimpahan berkas, barang bukti atas tersangka AWJ dan TPT untuk tersangka kasus suap pembahasan Raperda reklamasi," kata Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati, Jakarta, Senin (30/5/2016).
Sementara untuk tersangka Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi hingga kini belum selesai.
Yuyuk berlasan pihaknya masih melaksanakan pemeriksaan saks-saksi.
Walau dua berkas telah dilimpahkan, Yuyuk mengaku belum ada penyelidikan baru terkait kasus tersebut.
"Selain itu belum ada lidik baru. Tapi kita terus melakukan pemeriksaan saksi-saksi. MSN (Sanusi, red) kan juga hari ini masih diperiksa,' kata dia.
Sekadar informasi, kasus reklamasi di pantai utara Jakarta berbuntut suap.
KPK menetapkan tiga tersangka.
Mereka adalah anggota DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi, Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja, dan personal assistant di PT Agung Podomoro Land, Trinanda Prihantoro.
Trinanda adalah perantara Ariesman Widjaja dengan Sanusi.
Trinanda dua kali memberikan uang masing-masing Rp 1 miliar kepada Sanusi.
Uang tersebut sebagai suap keperluan pembahasan Raperda tentang rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Provinsi Jakarta tahun 2015-2035 dan Raperda tentang rencana tata ruang kawasan strategis kawasan pantai Jakarta.
Kasus tersebut juga merembet ke Chairman Agung Sedayu Group Sugianto Kusuma alias Aguan.
Aguan juga pernah mengundang Ketua DPRD DKI Prasetyo Edi Marsudi, Wakil Ketua DPRD DKI Mohamad Taufik, Ketua Pansus Reklamasi Selamat Nurdin, Ariesman dan Sanusi di rumahnya.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan pertemuan tersebut juga membahas mengenai uang pelicin atau 'fee' untuk memulusksan pembahasan Raperda tersebut.
"Saya belum dalami detail soal jumlahnya," kata Saut sebelumnya.
Belakangan, kasus tersebut berkembang adanya 'perjanjian preman' antara Agung Podomoro dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Gubernur DKI Jakarta Basuki T Purnama (Ahok) menyebut kontribusi tambahan dibuat berdasar kewenangan diskresi yang dimilikinya sebagai Gubernur DKI sesuai UU Nomor 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan.