TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Terdakwa Direktur PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir meminta majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta untuk mengabulkan permintaanya, agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengembalikans sejumlah tabungan, ATM dan uang sebesar SGD 1250 yang disita.
Menurutnya, uang tersebut tidak ada kaitannya dengan perkara suap yang ia lakukan.
Abdul menuturkan, uang yang diberikan pada anggota komisi V DPR itu berasal dari hasil kerja kerasnya sebagai direktur selama ini.
"Uang itu hasil jerih payah saya dan pinjaman dari bank. Tapi ujung-ujungnya saya juga jadi korban," kata Khoir saat membacakan pembelaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin (30/5/2016).
Khoir juga meminta maaf pada keluarga dan karyawan di perusahaannya karena telah membuat malu dengan melakukan suap tersebut.
"ATM itu bukan barang bukti, tetapi ikut disita. Saya mohon untuk dikembalikan untuk menghidupi keluarga saya dan karyawan-karyawan saya," katanya.
Diberitakan sebelumnya, jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) menuntut Khoir dengan hukuman pidana penjara selama dua tahun enam bulan.
Jaksa menilai Khoir terbukti menyuap empat anggota komisi V DPR yaitu Damayanti Wisnu Putranti, Budi Supriyanto, Andi Taufan Tiro, dan Musa Zainuddin serta Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku Amran HI Mustary.
"Meminta agar majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menyatakan terdakwa Abdul Khoir terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan pertama," kata Jaksa KPK Kristanti Yuni Purnawanti di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar, Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin (23/5/2016).
Jaksa juga menuntut Khoir untuk membayar denda sebesar Rp 200 juta. Dengan ketentuan apabila tidak dibayarkan, maka harus diganti dengan pidana kurungan selama lima bulan.
JPU menilai Khoir terbukti melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tipikor jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 65 ayat 1 KUHPidana.
Sejumlah pertimbangan jaksa diantaranya yang memberatkan adalah dianggap tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi, menghambat jalannya pembangunan di Maluku dan Maluku Utara, serta merusak check and ballance antara eksekutif dan legislatif.
"Sementara yang meringankan terdakwa belum pernah dihukum, mengakui dan menyesali perbuatannya, memiliki tanggungan keluarga, dan ditetapkan sebagai justice collaborator," kata Jaksa Kristanti.
Khoir dianggap terbukti menyuap Damayanti sebesar SGD 328 ribu dan USD 72.727; untuk Budi Supriyanto sebesar sebesar SGD 404.000; untuk Andi Taufan Tiro sebesar Rp 2,2 miliar dan SGD 462 ribu; dan menyuap Musa Zainuddin sebesar Rp 4,8 miliar dan 328 ribu.
Khoir juga dinilai terbukti menyuap Amran HI Mustary sebesar Rp 16,5 miliar dan satu iPhone 6 seharga Rp 11,5 juta.
Suap itu diberikan agar Amran dan anggota komisi V DPR tersebut mengupayakan program aspirasi DPR ke dalam proyek pembangunan jalan di Maluku dan Maluku Utara. Serta, mengupayakan PT WTU sebagai pelaksana proyek tersebut.