TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Untuk menyamarkan kata-kata uang dan suap, anggota Komisi V DPR RI Damayanti Wisnu Putranti menggunakan sebutan 'baju jahitan' saat menerima fee dari seorang rekanan bernama Abdul Khoir.
Damayanti menerima uang suap dari direktur PT Windhu Tunggal Utama ini sebesar SGD247,500 pada 25 November 2015.
Hal itu terungkap dalam pesidangan dengan agenda pembacaan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (8/6/2016). Dalam dakwaan yang disusun Jaksa Penuntut Umnum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK), membeberkan sebutan tersebut.
Jaksa Ronald Ferdinand mengatakan uang pelicin tersebut diserahkan di restoran Meradelima yang terletak di Jalan Adityawarman, Jakarta Selatan.
Selanjutnya, Damayanti kembali meminta kepada Abdul Khoir untuk keperluan Pilkada Semarang sebesar Rp1 miliar.
Dalam amar dakwaan jaksa Ronald menjelaskan, pada 7 Januari di foodcourt Pasaraya, Blok M, rekan Damayanti, Dessy Arianti dan Julia Prasetyarini kembali menerima uang sebesar SGD404 ribu untuk Damayanti.
"Uang itu merupakan komitmen fee progran aspirasi milik Budi Supriyanto. Lalu Dessy mengatakan kepada terdakwa (Damayanti), 'tadi sudah ketemu, bahunya udah pada bisa diambil jahitannya,' yang dijawab oleh terdakwa,'Oh ya, paham'. Keesokan harinya, Julia menyampaikan kepada terdakwa,' Mbak Yanti dari mas Dul sudah ada, mohon arahannya Mbak,' dan dijawab oleh terdakwa,'Ya minta tolong dihitung, yang penting Mas Budi enem dari seket ya, nanti sisanya kita bagi bertiga'," kata Jaksa Ronald menirukan ucapan terdakwa.
Akibat perbuatannya, JPU KPK menilai Damayanti melanggar Pasal 12 huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.