TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta dijadwalkan akan membacakan vonis Direktur PT Windu Tunggal Utama (WTU), Abdul Khoir hari ini, Kamis (9/6/2016).
Oleh jaksa penuntut umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Khoir dituntut hukuman pidana dua tahun enam bulan penjara dan denda Rp 200 juta subsider lima bulan kurungan.
Abdul didakwa bersama Komisaris PT Cahaya Mas Perkasa So Kok Seng (Aseng) dan Direktur PT Sharleen Raya (JECO Group) Hong Arta John Alfred telah memberi suap kepada pejabat di Kementerian PUPR dan sejumlah anggota Komisi V DPR.
Total uang suap yang diberikan Khoir dan rekannya mencapai Rp21,38 miliar, SGD1,67 juta, dan USD72,7 ribu.
Uang pelicin tersebut diberikan agar Khoir dan rekannya mendapatkan proyek pembangunan jalan di Maluku dan Maluku Utara milik Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Khoir lewat pembelaannya atau pledoi telah mengakui perbuatannya.
Dia mengklaim terpaksa menggelontorkan uang miliaran rupiah agar bisa mendapatkan proyek jalan itu lantaran terpaksa.
Khoir menyesal dan berharap divonis ringan, bahkan dibebaskan.
Abdul disangka telah melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan tujuh orang termasuk Khoir menjadi tersangka dalam kasus dugaan suap proyek pembangunan jalan di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Tiga diantaranya adalah anggota Komisi V DPR RI.
Mereka adalah Damayanti Wisnu Putranti dari Fraksi PDIP, Budi Supriyanto dari Fraksi Golkar dan Andi Taufan Tiro dari Fraksi PAN. Ketiganya diduga menerima fee hingga miliaran rupiah Khoir.
Ikut duduk sebagai tersangka lainnya adalah Kepala BPJN IX Maluku dan Maluku Utara, Amran HI Mustari serta dua rekan Damayanti, Dessy A. Edwin dan Julia Prasetyarini.