TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin pasrah dengan vonis majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, yang menjatuhkan hukuman enam tahun penjara.
Nazaruddin adalah terdakwa kasus korupsi pembangunan Wisma Atlet SEA Games 2011 dan tindak pidana pencucian uang (TPPU)/
Kepada hakim, Nazaruddin mengaku tidak akan mengajukan upaya banding atas vonis tersebut.
"Saya ikhlas seikhlas-ikhlasnya. Saya menerima putusan dan saya ngga ada niatan untuk banding atau protes apapun keputusan ini," kata Nazaruddin di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu (15/6/2016).
Sementara itu jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) menggunakan waktu tujuh hari untuk berpikir-pikir.
Pada kesempatan yang sama, penasihat hukum Nazaruddin Elza Syarief menyebutkan, kliennya ikhlas dan menerima putusan hakim.
"Ini menjadi pelajaran kedepan Nazaruddin membuat suatu yang berharga, dia akan membantu semua permasalahan korupsi di Indonesia, disamping permohonan maaf kami juga meminta apresiasi kepada Nazaruddin diberikan. Dia sudah insyaf dan menyadari apa yang dilakukan," kata Elza.
Diberitakan sebelumnya majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis enam tahun penjara terhadap mantan anggota DPR RI tersebut.
Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) yang menuntut pidana 7 tahun penjara, denda Rp 1 miliar, dan harta kekayaannya senilai Rp 600 miliar sejak awal penyidikan dirampas untuk negara.
Hakim juga memutus mengembalikan enam item harta Nazaruddin, antara lain kebun sawit dan bangunan di Riau, apartemen di Rasuna Said, asuransi AXA, satu unit rumah di kawasan Alam Sutera dan sebuah jam tangan.
Dalam pertimbangan hakim menjatuhkan vonis ada yang memberatkan dan meringankan. Antara lain, Nazaruddin dianggap tidak mendukung program pemberantasan korupsi. Selain itu, hasil uang yang dikorupsi dalam jumlah besar.
Sementara, hal yang meringankan yakni, Nazaruddin telah dipidana dalam kasus korupsi, mempunyai tanggungan keluarga, dan berstatus justice collabolator, atau saksi pelaku yang bekerja sama dengan KPK.
Nazaruddin dinilai melanggar Pasal 12 huruf b Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Selain itu, Nazaruddin dinilai melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Pasal 3 ayat (1) huruf a, c dan e UU No 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan UU No 25 Tahun 2003 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.