TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisaris Jenderal Polisi Tito Karnavian mempunyai sejumlah catatan prestasi sehingga diajukan Presiden Joko Widodo ke DPR RI sebagai calon Kapolri tunggal.
Namun, lulusan akademi kepolisian tahun 1987 itu bukan tanpa cacat.
Salah satunya tindak kriminalisasi yang diduga dilakukan kepada 26 buruh, dua pengabdi hukum LBH, dan seorang mahasiswa saat aksi unjuk rasa buruh di depan Istana Negara pada 20 Oktober 2015.
"Dia diuntungkan Budi Gunawan dan Budi Waseso yang rejected (ditolak) publik. Tito Kanarvian diuntungkan, tetapi bukan zona bebas masalah. Lihat catatan sejarah kerja di polisi ada sejumlah hal dipertanyakan," tutur Koordinator Kontras, Haris Azhar, Minggu (19/6/2016).
Sementara itu, kuasa hukum publik LBH Jakarta, Ihsan Zaky, mengatakan Tito Karnavian dinilai sebagai orang bertanggung jawab terhadap penangkapan dan proses hukum kepada puluhan orang yang mengikuti aksi unjuk rasa buruh. Saat itu, pria asal Palembang, Sumatera Selatan itu masih menjabat sebagai Kapolda Metro Jaya.
"Itu tindakan anti demokrasi dan menggambarkan memilih pendekatan kekuasaan dalam menangani buruh yang menyampaikan pendapat. Ini disayangkan karena era demokrasi seorang Kapolda Metro Jaya melakukan kriminalisasi dengan pendekatan kekuasaan," kata dia.
Dia mengklaim pendekatan hukum yang dilakukan merupakan upaya untuk membungkam hak kebebasan berpendapat para buruh.
"Ada motif lain di belakang. Kriminalisasi buruh untuk membungkam buruh," tambahnya.
Sementara Direktur Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Bahrain, memaklumi, jika Wakil Kepala Polri berasal dari angkatan muda.
"Enggak apa-apa. Waktu Tito di Polda, Wakil dia sendiri itu senior. Ada anak buahnya juga yang senior. Tapi jalan saja tuh," ujar Bahrain.
Menurut Bahrain, pemilihan Wakapolri bukan terkait senior atau junior, melainkan lebih ke komitmen untuk membawa institusi Polri ke arah yang lebih profesional.
"Jokowi saja dulu enggak akan bisa menjadi Presiden jika senior-senior itu enggak dukung. Maka itu Wakapolri harus betul-betul pilihan si Kapolri. Enggak boleh enggak," ujar dia.
Bahrain juga menampik pimpinan Polri harus berasal dari perwira Polri senior. Menurut dia, sepanjang perwira tersebut memiliki kemampuan manajerial dan komunikasi yang baik, stabilitas internal tetap akan terwujud.
"Angkatan berapa pun sepanjang dia mampu mengendalikan situasi dan berkomitmen, enggak masalah," ujar Bahrain.
Ia menambahkan, tantangan selanjutnya yang bakal dihadapi Tito adalah pemilihan Wakil Kapolri yang mendampinginya.
"Wakapolri ke depan itu harus yang sehat dan bersih. Wakapolri itu harus punya integritas yang luar biasa," ujar Bahrain.
Bahrain berpendapat, Polri membutuhkan sosok Wakapolri yang terlepas dari kepentingan kelompok politik tertentu.
"Kan selama ini tarik-menarik di politik. Maka itu kan (Komjen) Budi Gunawan (Wakapolri) babak belur. Kelihatan sekali dia didorong partai politik. Dalam hal ini PDI-P," ujar Bahrain.
Hanya dengan sosok Wakapolri yang terlepas dari kepentingan politik, Tito diyakini mampu membawa Polri berorientasi pada sinergi antarpenegak hukum dan benar-berna menjalankan program kerja.
"Tantangannya, bagaimana Kapolri ke depan bisa bersinergi, bicara program, rencana kerja dan benar-benar mampu mewujudkan itu," ujar Bahrain. (tribun/gle)