TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kadiv Humas Polri Brigjen Pol Boy Rafli Amar masih enggan menyebutkan daftar nama rumah sakit yang diduga menggunakan vaksin palsu yang sedang ramai dibicarakan masyarakat.
"Udah ada (daftar rumah sakit), tapi belum dipublikasikan, bisa menimbulkan keresahan nanti, proses saja dengan Kementerian Kesehatan," ujar Boy, saat ditemui di Kantor KPAI, Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (29/6/2016).
Terkait dengan dugaan adanya oknum internal rumah sakit yang terlibat, ia pun mengatakan kemungkinan tersebut memang ada.
"Mungkin rumah sakit, bisa jadi ada kerjasama disana," imbuhnya.
Boy tidak menampik jika nantinya Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang dikenakan pada 15 tersangka yang saat ini tengah ditangani oleh Bareskrim.
"Nanti lihat dari hasil kejahatan, dikemanakan uangnya, kena TPPU dia," jelasnya.
Hal tersebut mengacu pada aktivitas rekening para tersangka vaksin palsu, apakah ada indikasi yang bisa menjerat mereka ke dalam UU TPPU.
"Kalau dia kirim ke orang lain, dia transfer, dia simpan, dia tempatkan dalam rekening orang, itu namanya TPPU, bisa dijerat dia," tandasnya.
Sebelumnya, sebanyak 15 tersangka sudah diamankan oleh Bareskrim, namun tidak menutup kemungkinan jumlah tersangka kejahatan pemalsu vaksin akan terus bertambah.
Para pelaku kejahatan tersebut terancam Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) karena para tersangka mendapatkan harta kekayaan yang sangat besar dari kejahatan tersebut.
Bareskrim menjerat para tersangka dengan Pasal 197 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan, ancaman hukuman maksimal yang diberikan 15 Tahun, serta denda sebesar Rp 1,5 Milyar.