TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mendesak pemerintah untuk segera mengumumkan Rumah Sakit yang terlibat dalam pemalsuan vaksin.
"Agar rumah sakit yang terlibat pemalsuan dibuka nama dan alamat lengkapnya ke publik," kata Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi kepada Tribun, Kamis (14/7/2016).
Hal ini penting, biar publik tahu dan tidak was-was, apakah anggota keluarganya atau anaknya menjadi korban vaksin palsu atau tidak.
Bahkan YLKI mendesak agar Rumah sakit yang terlibat pemalsuan vaksin harus diproses secara pidana.
"Kalau perlu dibekukan izin operasinya, karena rumah sakit tersebut telah melakukan kejahatan yang sistemik," katanya.
Selain itu kata dia, YLKI mendesak dibukanya nama-nama pasien atau konsumen yang menjadi korban vaksin palsu.
Dengan demikian pemerintah bisa segera memvaksinasi ulang balita yang positif mengonsumsi vaksin palsu.
"Kemudian divaksinasi ulang, ditanggung negara. Harus diberi vaksin ulang supaya tidak terpapar efek samping dari vaksin yang sudah diberikan," ujarnya.
Senada dengan YLKI, anggota Komisi IX DPR Irgan Chairul Mahfiz menilai tanpa ganjaran sanksi administrasi yang tegas, vaksin palsu akan tetap beredar di Indonesia.
Hal itu disampaikannya dalam rapat kerja (raker) Komisi IX bersama Menteri Kesehatan Nila Djuwita F Moeloek di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (13/7/2016).
"Itu harus diberi sanksi tegas, jangan hanya sanksi hukum berupa sanksi pidana saja dari kepolisian, tetapi juga sanksi administrasi dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes)," ujar Irgan.
Dia menyatakan sanksi administrasi yang tegas diyakini memunculkan efek jera bagi para pelaku dunia kesehatan. Salah satu bentuk sanksi administrasi yang memunculkan efek jera misalnya penghapusan izin praktek bagi fasilitas pelayanan kesehatan.
Irgan menambahkan, hal yang sama pun bisa berlaku pula bagi tenaga kesehatan yang terbukti menjadi pengguna vaksin palsu.
"Nah, kalau sudah begitu kan mereka akan berpikir dua kali untuk menggunakan vaksin palsu, karena itu akan menghambat izin usaha dan karir mereka," tutur Irgan.