TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol Agung Setya meminta masyarakat tidak tergiur jika ada oknum rumah sakit yang menawarkan imunisasi dengan harga lebih murah dari biasanya.
Menurut dia, bisa jadi vaksin yang lebih murah itu bukan barang yang asli. "Kita biasanya kalau ada barang murah, kita kejar. Seperti kasus vaksin ini, ujung-ujungnya palsu," ujar Agung dalam diskusi di Jakarta, Sabtu (16/7/2016).
Begitupun dengan vaksin impor yang harganya lebih mahal dari produksi perusahaan lokal yang dibuat Bio Farma.
Agung mengatakan, kebanyakan orang menganggap produk luar negeri menjamin kualitas yang lebih baik. Namun, faktanya, vaksin-vaksin yang dipalsukan justru merupakan merk vaksin impor.
"Vaksin impor dengan harga berlipat malah dikejar untuk diberikan ke anak, itu harus waspada. Di situ celah mereka mencari keuntungan," kata Agung.
Karena itulah, Agung menganggap langkah yang harus dilakukan yakni memutus rantai produksi. Kemudian, botol-botol vaksin palsu yang kerap dimanfaatkan oknum pembuat vaksin palsu juga harus dimusnahkan.
"Terkait distribusi, bahwa ketentuan tentang distribusi vaksin sudah ada dan itu BPOM dan Kementerian Kesehatan yang akan mengelola," kata Agung.
Bareskrim menyita 22 sampel vaksin palsu dari para tersangka yang diamankan. Dari 22 jenis tersebut, baru 15 di antaranya yang diperiksa di laboratorium. Hasilnya, tujuh di antaranya dipaatikan merupakan vaksin palsu.
Pengurus Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Soedjatmiko memastikan bahwa vaksin palsu yang beredar merupakan produk vaksin impor.
Sementara produk lokal buatan PT Bio Farma yang mendistribusikan vaksin ke rumah sakit pemerintah dan puskesmas dipastikan keasliannya.
Soedjatmiko mengatakan, vaksin produksi Bio Farma yang hingga saat ini tidak terbukti dipalsukan yaitu vaksin BCG, vaksin hepatitis B, vaksin polio, vaksin DT untuk anak di bawah usia tujuh tahun, dan vaksin TT untuk anak usia sekolah dan ibu hamil.
Ia pun memastikan vaksin palsu yang beredar saat ini tidak mengandung zat berbahaya yang berdampak negatif bagi kesehatan. Hanya saja anak tersebut tidak terlindungi dari penyakit sebagaimana mestinya.(Ambaranie Nadia Kemala Movanita)