TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wacana pengawasan game Pokemon oleh Badan Intelijen Negara dinilai berlebihan.
Pasalnya, masih banyak masalah besar bangsa yang lebih penting daripada game Pokemon.
"Saya kira itu terlalu berlebihan. Sebuah ketakutan yang tidak perlu, "ujar peneliti intelijen UI Ridlwan Habib kepada Tribunnews.com, Selasa (19/7/2016).
Menurut Ridlwan, teknologi augmented reality yang digunakan Pokemon bukan ancaman.
Teknologi ini hanya menggabungkan pemetaan GPS dengan animasi yang disimulasikan.
"Basis petanya justru sudah ada sebelumnya. Mereka menggunakan google map lalu meramunya dengan apik di simulasi," katanya.
Game ini digandrungi semua orang, dan dimainkan di hampir setiap tempat.
"Imbauan agar berhati hati terkait lingkungan sekitar saja, misalkan kalau cari Pokemon di jalan raya, awas trafic lalu lintas, "katanya.
Menurut Ridlwan, BIN sudah mempunyai tugas pokok fungsi rutin.
Saat ini, berbagai masalah nasional lebih mendesak untuk diselesaikan.
Misalnya, soal penyanderaan ABK oleh Abu Sayyaf, soal vaksin palsu, carut marut impor daging, dan sebagainya.
"Sayang kalau energi staf BIN yang digaji dengan APBN harus mengurusi Pokemon , " kata alumni S2 Kajian Stratejik Intelijen UI tersebut.
Meski begitu, Ridlwan memuji Kepala BIN yang update dengan fenomena generasi Y.
"Ini bagus karena untuk generasi Pak Sutiyoso, game Pokemon ini relatif rumit dipahami," katanya
Badan Intelijen Negara tengah kaji isu keamanan dalam permainan Pokemon Go.
Game berbasis augmented reality yang pemainnya bisa mencari Pokemon di dunia nyata ini kerap dipertanyakan dalam hal keamanan.
Sebab, game itu meminta akses terhadap lokasi dan kamera sehingga dianggap bisa memata-matai wilayah tertentu. Dugaan tersebut beredar di media sosial.
"Kami masih kaji untung ruginya apa," kata Sutiyoso di Jakarta, Senin (18/7/2016).
Sutiyoso enggan berkomentar soal hasil kajian sementara yang sudah didapatkan oleh BIN.
Dia mengaku baru akan mengungkapkan kajian itu apabila sudah ada hasil final.
"Kami kaji secara serius, sudah ada timnya," kata Sutiyoso.