Laporan Wartawan Tribunnews.ccom, M Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Setelah meninggalnya Hasri Ainun Besari, jiwa BJ Habibie sangat terguncang dan berpotensi menyebabkan depresi yang berkepanjangan.
Rasa cinta Habibie yang sangat mendalam membuat dirinya tidak mudah menerima kehilangan Ainun.
Habibie menceritakan, bahwa dirinya pernah suatu waktu di malam hari menangis mencari Ainun.
Kata dia, jika kesedihan yang berlarut-larut itu tidak bisa diatasi, tentu dapat menganggu organ-organ lain di tubuh dirinya.
Habibie pun melakukan konsultasi dengan dokternya untuk menyembuhkan penyakit yang dideritanya itu setelah Ainun meninggal.
Dikatakannya, dokter memberikan empat pilihan kepadanya untuk dapat kembali normal seperti sebelumnya.
"Opsi pertama adalah saya dirawat di rumah sakit jiwa, kedua tetap di rumah tetapi dengan treat (perawatan) dokter, ketiga adalah curhat, dan keempat menulis. Saya pilih menulis," tuturnya di Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Sabtu (23/7/2016).
Habibie mengaku, ia diberi tenggat waktu selama tiga bulan untuk menyembuhkan penyakit yang ada dalam dirinya tersebut.
Lalu, ia pun segera menulis buku yang diberi judul Habibie dan Ainun.
"Saya mulai menulis kalau sedang depresi. Saya pun menulis selama 2,5 bulan dan jadilah buku Habibie dan Ainun," ujarnya.
Habibie pun cukup bangga bahwa buku yang ditulisnya diminati khalayak dan laku keras.
Bahkan buku tersebut dijual ke berbagai negara dengan berbagai bahasa.
"Buku itu ditranslate berbagai bahasa dan pernah dihargai 400 Euro per buku yang setara Rp 5 juta. Di Perancis buku Habibie dan Ainun laku keras," katanya.
Buku Habibie dan Ainun pun turut dituangkan dalam sebuah film dengan judul yang sama.
Sambutan publik cukup antusias terhadap film tersebut.