TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS), Harris Azhar membeberkan alasan mengapa dirinya baru saat ini mempublikasikan tulisan yang berjudul "Cerita Busuk Seorang Bandit".
Harris mengisahkan bahwa saat pertemuan dirinya dengan tereksekusi mati, Freddy Budiman banyak gejolak situasi nasional yang tidak memungkinkan pihaknya mencari kebeneran.
Pada pertengahan 2014, saat sedang kampanye pemilihan presiden, situasi politik nasional sedang panas dan tidak memungkinkan dirinya mencari tahu informasi lebih dalam mengenai pengakuan Freddy kepadanya saat itu.
"Saya mau nanya siapa? Pemerintahan SBY saat itu sedang kemas-kemas karena sudah selesai, mau tidak mau, tunggu pemerintahan berikutnya. Itu juga belum terbentuk," ujar Harris di Kantornya, Jakarta, Jumat (29/7/2016).
Tidak lama setelah pemilihan presiden, situasi nasional kemudian diramaikan dengan kriminalisasi tersangkan Bambang Widjojanto dan Abraham Samad oleh Bareskrim Mabes Polri, sehingga pemberitaan nasional fokus pada hal itu.
"Kalau saya lempar informasi itu, tidak akan ada juga yang memperhatikan," lanjutnya.
Dirinya juga mengaku bahwa KontraS sudah mencoba untuk menghubungi banyak pihak untuk klarifikasi pernyataan Freddy saat bertemu di Lapas Nusakambangan.
Setidaknya butuh waktu empat hingga lima bulan, KontraS menelusuri kebenaran itu, namun menurut Harris banyak kendala yang dilewati.
"Kalau bicara secara jujur, ada jarak antara KontraS dan pihak kepolisian. Sehingga kami sulit menembus informasi itu," tambahnya.
Ia juga tidak mau gegabah dalam mengambil sikap, karena institusi yang ditelusuri mempunyai 'senjata' yaitu mempunyai kekuatan politik, mempunyai uang dan mempunyai undang-undang. Sehingga Harris merasa akan banyak efek yang ditimbulkan.
"Ini masalahnya ada uang miliaran rupiah yang ada di institusi-institusi itu. Kami enggak mau gegabah dan asal-asalan," imbuhnya.
Dia juga sempat menghubungi seorang perwira tinggi di negeri ini dan memberitahu soal informasi tersebut. Hanya saja, sang perwira hanya akan memerhatikan informasi itu tanpa ada tindakan apapun selanjutnya.
Komunikasi dengan Istana
Harris Azhar juga menuturkan sebelum mengeluarkan tulisan tersebut menjadi viral, dia sempat menyampaikan hal itu kepada Juru Bicara Kepresidenan, Johan Budi.
Pada Senin (25/7/2016) pagi, Harris memberitahu informasi tersebut kepada Johan Budi dan meminta Johan segera menginformasikannya kepada presiden.
"Johan Budi sudah beritahu soal informasi ini sebelumnya. Tapi pas saya tunggu-tunggu sampai sore, tidak ada kabar dari Istana, ya sudah akhirnya saya sudah saya susun menjadi tulisan," tuturnya di Kantor KontraS, Jakarta, Jumat (29/7/2016).
Harris menceritakan saat menelepon Johan Budi, mantan jubir KPK itu sempat kaget dan meminta dirinya untuk tidak mempublikasi mengenai informasi tersebut dan Harris menuruti kemauan tersebut.
Namun, hingga Kamis (28/7/2016), kabar dari Istana tidak juga kunjung menanggapi informasi mengenai pengungkapan dari tereksekusi mati Fredi Budiman saat berada di lapas Nusakambangan tersebut.
"Akhirnya saya berpikir untuk mem-publish dan saya minta maaf kepada Johan Budi karena telah mengingkari janji saya untuk tidak disebarkan," tambahnya.
Setelah akhirnya tulisan itu terkespos di media, Harris mengatakan bahwa Johan langsung menelepon dirinya dan juru bicara presiden itu tidak mengetahui kapan persisnya eksekusi dilakukan.
"Jika ditanya apa yang sudah saya lakukan? Saya sudah lakukan ini untuk memberitahu presiden mengenai ini. Maksimal atau tidak? Silakan masyarakat menilai," jelas Harris.(rio)