LAPORAN WARTAWAN TRIBUNNEWS.COM, A PRIANGGORO
TRIBUNNEWS.COM, CILACAP – Ruang isolasi acapkali disebut-sebut selama proses eksekusi terpidana mati, terutama saat eksekusi jilid 3.
Apa dan bagaimana ruang isolasi yang berada di Pulau Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, tersebut?
Wartawan Tribunnews.com mencoba menggali informasi dari sejumlah sumber tentang ruangan yang dipakai ‘transit’ oleh terpidana mati sebelum dihadapan regu tembak tersebut.
Seorang sumber membeberkan bila ruang isolasi yang dipakai oleh ‘transit’ 14 terpidana mati tersebut merupakan bangunan baru.
“Meski banyak orang menyebut ruang isolasi itu berada di Lapas Batu, tapi sebenarnya itu bukan Lapas Batu. Ruang isolasi berada tepat di belakang Lapas Batu. Baru dibangun sekitar enam bulan terakhir ini dan dikerjakan pagi-siang-malam,” kata sumber tersebut, Sabtu (30/07/2016).
Menurut sumber tersebut, ruang isolasi yang bentuknya bangunan baru dua lantai itu baru kali pertama difungsikan saat jelang eksekusi terpidana mati tahap III.
Jadi, 14 terpidana mati tersebut merupakan ‘penghuni’ pertama ruang isolasi.
Daya tampung ruang isolasi diperkirakan mencapai 1500 orang dan menggunakan super maximum security.
“Saya pernah masuk dari satu lapas ke lapas lain di berbagai daerah. Ruang Isolasi ini adalah yang tercanggih dibandingkan lapas mana pun di Indonesia. Bahkan jauh lebih canggih dibandingkan dengan Lapas Pasir Putih (di Nusakambangan) yang disebut sebagai lapas super maximum security,” terangnya.
Sumber itu mencontohkan fasilitas finger print sebagai akses masuk-keluar pintu utama dan pintu-pintu lain menuju masing-masing sel terpidana.
Setiap sipir akan terekam secara jelas kapan dan di mana saja mereka mengakses setiap pintu yang dilewati.
Sipir pun hanya bisa mengakses blok tertentu tempat di mana dia mendapatkan jatah jaga atau piket.
“Misalnya sipir dapat jatah jaga di blok A, maka dia tidak bisa mengakses masuk blok B. Bahkan menyentuh pintu yang bukan tempatnya berjaga saja nanti alarm akan berbunyi. Jadi di sana tidak hanya terpidana saja yang merasa terpenjara, sipir barangkali juga merasa dipenjara,” ungkapnya.
Jenis dan bentuk pintu ruang isolasi berbeda dibandingkan lapas-lapas pada umumnya.
Pada ruang isolasi, pintunya berukuran kecil sehingga orang yang lewat harus menunduk sambil melangkah. “Istilahnya pintu monyet,” katanya.
Pintu yang biasanya berbentuk jeruji besi pada pintu lapas tak lagi terlihat pada ruang isolasi. Di sana pintunya terbuat dari jaring-jaring dari baja.
“Jari tangan saja susah masuk ke jaring-jaring itu. Kalau dipaksakan masuk, jari bisa luka karena jaring-jaring itu bentuknya tajam.”
Untuk bisa sampai ke ruangan terpidana, sipir harus melewati beberapa pintu secara berlapis.
“Harus melewati juga enam detektor logam sebelum sampai ke ruang terpidana. Kamera CCTV (Closed-circuit television) pun sangat banyak, barangkali jumlahnya ada ribuan buah. Setiap sudut minimal ada dua buah, ” tambahnya.