TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti Indonesia Legal Rountable (ILR) Erwin Natosmal Oemar menilai majelis hakim terlalu normatif memahami hukum.
Sehingga Hakim Pengadilan Negeri Sidoarjo menyatakan, terdakwa Samhudi guru SMP Raden Rahmat Balongbendo bersalah melakukan kekerasan terhadap siswanya.
Samhudi dianggap melanggar pasal 80 ayat (1) Undang-undang No 35 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-undang No 23 tahun 2012 tentang perlindungan anak.
Dengan perihal tersebut dalam bacaan amar putusannya, Riny Sesulih Ketua Majelis Hakim menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan penjara selama tiga bulan penjara.
Menurutnya, hakim seharusnya menegakkan keadilan bukan aturan. Karena dalam pidana ada alasan-alasan penghapus pidana.
"Meskipun tidak diatur dalam KuHP, upaya guru yang menghukum muridnya dalam logika yang wajar bukanlah sebuah kejahatan. Namun sebuah kebiasaan yang dapat diterima akal sehat, sehingga menjadi salah satu alasan penghapus pidana," jelasnya kepada Tribunnews.com, Sabtu (6/8/2016).
Putusan yang kurang positif tersebut juga kata dia, tidak bisa kita bebankan ke hakim secara an sih.
Karena menurutnya, jaksa juga mempunyai kontribusi terhadap putusan tersebut.
"Menurut saya, kasus tersebut tidak harus masuk ke pengadilan," jelasnya.
Hakim Pengadilan Negeri Sidoarjo menyatakan, terdakwa Samhudi guru SMP Raden Rahmat Balongbendo bersalah melakukan kekerasan terhadap siswanya.
Samhudi dianggap melanggar pasal 80 ayat (1) Undang-undang No 35 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-undang No 23 tahun 2012 tentang perlindungan anak.
Dengan perihal tersebut dalam bacaan amar putusannya, Riny Sesulih Ketua Majelis Hakim menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan penjara selama tiga bulan penjara.