TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) menghadirkan Marudut Pakpahan dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu (10/8/2016).
Marudut diduga sebagai perantara suap PT Brantas Abipray.
Marudut mengakui bahwa dirinya menerima uang sebesar Rp 2 miliar serta dalam pecahan mata uang Singapura untuk diberikan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Sudung Situmorang dan Asisten Pidana Khusus Tomo Sitepu.
Uang itu, kata Marudut, diberikan oleh Dandung Pamularno selaku Senior Manager PT Brantas Abipraya.
Uang itu sedianya sebagai suap dari Dandung, dengan maksud penyidikan perkara PT Brantas Abipraya di Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta bisa berhenti.
Pengakuan Marudut ini didapat setelah jaksa mencecarnya dengan kepemilikan uang yang belum diserahkan ke Sudung dan Tomo tersebut.
"Uang itu untuk siapa?" tanya Jaksa KPK kepada Marudut di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu (10/8/2016).
"Belum, saya kan simpan dibawa ke kantor," kata Marudut.
"Yang saya tanya bukan disimpan dimana, tapi untuk siapa," tanya Jaksa KPK.
"Untuk pihak Kejaksaan," jawab Marudut.
"Kejaksaan itu kan institusi, jadi untuk siapa," kata jaksa KPK.
"Ya ke Pak Tomo dan Sudung," jawab Marudut.
Menurut Marudut, dirinya langsung mengubungi Tomo setelah menerima uang Rp2 miliar dari Dandung.
Dia berkilah, komunikasi ke Tomo itu untuk menanyakan kelanjutan kasus bukan menyerahkan uang.
"Saya mau tanya proses seperti apa, saya cuma tanya abang ada di kantor (Kejati DKI), bos itu (Sudung Situmorang) apa sudah datang," kata Marudut.
Namun, uang belum berpindah tangan ke Tomo dan Sudung, Marudut keburu ditangkap Tim Satgas KPK dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada 31 Maret 2016. Dia ditangkap usai menerima uang dari Dandung dan berencana menuju ke Kejati DKI.