TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - "Menurut saya, demokrasi hanyalah alat, bukan tujuan. Jadi demokrasi harus berhenti, ketika kita berhadapan dengan Nasionalisme. Itu prinsip bagi saya," begitulah kata Gubernur DI. Jogjakarta (DIY), Sri Sultan Hamengkubwono X ketika mengisahkan pengalamannya dalam menghadapi masyarakat Papua yang ingin memisahkan diri dari Indonesia.
Hal tersebut disampaikan dalam Rapat Koordinasi Pembinaan Kesadaran Bela Negara Dengan Para Gubernur dan Rektor Seluruh Indonesia yang digelar Kementerian Pertahanan RI di kantornya, Jl. Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (25/8/2016).
Menjadi Perwakilan para kepala daerah untuk menyampaikan pandangan tentang Bela Negara, Sri Sultan mengisahkan bagaimana dirinya sebagai kepala daerah mencegah gerakan separatis mendeklarasikan diri di daerah yang dipimpinnya.
"Jadi ada sekelompok mahasiswa, dia ingin deklarasi memisahkan diri, karena di daerahnya (Papua) ga bisa, mereka coba melalui mahasiswa yang tersebar di wilayah-wilayah, terutama di Jogja," ungkap Sultan.
"Saya bilang wah ini ga bisa. Mereka bilang saya membelenggu kebebasan berpendapat. Saya katakan pada mereka ini pengkhianatan terhadap NKRI," tegasnya.
"Jogja tidak pernah berkhianat kepada NKRI. Jogja selalu setia kepada NKRI, jadi kalau kalian tak terima silahkan keluar dari Jogja," ucap Sultan berapi-api, disambut tepuk tangan para hadirin.
Menurut Sultan, pencegahan gerakan separatis merupakan salah satu wujud Bela Negara.