Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koalisi Masyarakat Sipil menilai parlemen modern masih sebatas jargon.
Hal itu dikatakan anggota koalisi dari IBC, Roy Salam dalam jumpa pers jelang peringatan Ulang Tahun DPR ke-71 di Seknas FITRA, Jakarta, Minggu (28/8/2016).
Anggota Koalisi terdiri dari IPC, PSHK, KOPEL, IBC, FITRA, Yappika, ICW, TII, SPD dan Perludem.
"Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menetapkan konsep parlemen modern dalam rencana strategisnya. Satu indikatornya adalah penguatan transparansi penggunaan teknologi informasi," katanya.
Roy mengatakan evaluasi transparansi DPR dapat dilihat dalam tiga hal.
Pertama, melihat UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Kedua, informasi yang wajib diumumkan DPR dalam fungsi legislasi.
Ketiga, keterbukaan potensi konflik kepentingan.
"Temuan tata kelola data dan informasi DPR belum mampu mendukung permintaan publik terhadap informasi," imbuhnya.
Ia mengatakan, 2010 DPR mengesahkan Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2010 mengenai Keterbukaan Informasi Publik.
Namun, implementasinya pelayanan informasi publik belum mampu menjawab kebutuhan masyarakat.
"Informasi dari media lebih mudah diakses masyarakat dibanding informasi-informasi yang dirilis," kata Roy.
Roy melihat pembentukan PPID tidak kompatibel serta daftar informasi publik tidak tersedia.
Hal lainnya, mekanisme pelayanan informasi publik tidak tersedia secara tertulis.
Kemudian mekanisme keberatan pelayanan tidak tersedia.
Karenanya, koalisi masyarakat meminta pimpinan DPR agar menerapkan UU Keterbukaan Informasi Publik secara konsekuen.
Terlebih UU tersebut merupakan inisiatif DPR.
Seharusnya informasi bisa disiarkan dengan cepat khususnya dalam proses legislasi melalui website DPR.
"Revisi Kode Etik DPR RI dengan memuat aturan yang lebih rinci mengenai konflik kepentingan," ujar Roy.