Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi IV DPR RI, Akmal Pasluddin meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Kemen-LHK) untuk segera membekukan perusahaan-perusahaan pembakar hutan, baik pelaku tahun 2016 maupun tahun-tahun sebelumnya.
Bahkan, Akmal juga mendesak pemerintah mengumumkan kepada publik mengenai nama serta pimpinan perusahaan pelaku kejahatan lingkungan yang secara sengaja membakar hutan tersebut.
"Saya sejak awal tahun 2015 selalu mengingatkan kepada pemerintah di berbagai forum baik kenegaraan maupun non formal, agar masalah kebakaran ini menjadi sebuah program pengendalian utama kementerian kehutanan karena bila berhasil merupakan sebuah prestasi besar kinerja pemerintah," kata Akmal dalam keterangannya, Rabu (31/8/2016).
Akmal mengatakan kebakaran tahun 2015 adalah bencana paling buruk yang dialami dalam kurun waktu 15 terakhir.
Oleh karena itu, seharusnya hal tersebut menjadi bahan evaluasi ketat bagi pemerintah untuk mampu menekan angka kebakaran yang diakibatkan ulah manusia.
"Namun pada kenyataannya, selama bulan Agustus 2016 saja, titik panas semakin banyak terpantau dari satelit Terra dan Aqua meskipun harus didalami titik panas itu belum tentu titik api," ujar politikus PKS itu.
Di sisi lain, Akmal juga mengapresiasi koordinasi antarlembaga negara, baik kementerian LHK, Polri, TNI, BNPB, pemda dan semua pihak termasuk presiden untuk memberikan perhatian pada proses pengendalian kebakaran tahun 2016.
"Namun begitu, Komisi IV menginginkan agar anggaran pengendalian kebakaran ini tidak ada yang menguap sedikit pun di saat kondisi keuangan negara yang sedang sulit ini," jelas Akmal.
Berkenaan protes negara luar akibat asap yang ditimbulkan oleh kebakaran hutan dan lahan di Indonesia, Akmal berharap sebaiknya pemerintah mampu berdiplomasi kepada negara-negara tetangga untuk dapat membantu mengendalikan asap akibat kebakaran ini.
Karena hutan di Indonesia merupakan aset global penyangga oksigen bumi yang seharusnya semua pihak turut menjaga dan mempertahankan ekosistemnya.
"Saya meyakini, perusahaan-perusahaan pembakar hutan dan perusak lahan ini bukan saja berasal dari dalam negeri saja. Ada juga perusahaan-perusahaan luar yang juga melakukan perusakan dan harus bertanggungjawab untuk memulihkan hutan dan lahan yang rusak," ungkap Akmal.
Pada Desember 2015, pemerintah mengumumkan perusahaan di Sumatera dan Kalimantan yang dibekukan akibat membakar.
Namun pengumuman itu hanya sebatas inisial dan asal provinsi.
Dari ratusan perusahaan pembakar, hanya 23 yang dijatuhi sanksi. Bahkan di Riau, kejahatan 15 perusahaan pembakar hutan tahun 2015 dihentikan.
Namun pada Agustus 2016 ini, ada upaya kapolri untuk meninjau ulang kasus penghentian perkara pembakar hutan dan lahan 15 perusahaan tersebut.
"Kami di DPR sangat mendukung pemerintah untuk melakukan tindakan tegas pada perusahaan-perusahaan perusak pembakar hutan dan lahan baik perusahaan dalam negeri maupun luar negeri. Data sudah lengkap di pemerintah siapa saja pelaku pembakar hutan ini. Tinggal tindak tegas dan umumkan secara luas," kata Akmal.