TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -Sehubungan dengan penggunaan gambar Presiden Jokowi untuk kepentingan kampanye pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah tertentu dalam Pilkada seharusnya tidak dilakukan.
Mengingat, beberapa pertimbangan hukum yang seharusnya dipahami oleh pasangan calon dan bahkan Presiden Jokowi sendiri.
Pendapat ini disampaikan Direktur Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi (Puskapsi) Fakultas Hukum Universitas Jember, Bayu Dwi Anggono, Senin (5/9/2016).
Dalam penjelasannya dijelaskan, argumentasi pertama, menurut Bayu, sesuai Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan tertinggi memiliki tanggung jawab untuk menyukseskan penyelenggaraan Pilkada yang Jujur, Adil dan Demokratis.
"Untuk kepentingan itu Presiden harus menampilkan diri ke publik bahwa Presiden tidak terlibat dalam dukung mendukung secara terbuka kepada pasangan calon tertentu," katanya.
"Sebaliknya dengan terpasangnya gambar Presiden di bahan-bahan kampanye pasangan calon tertentu maka akan menurunkan kualitas Presiden dari figur pemersatu milik semua rakyat menjadi figur partisan pendukung pasangan calon tertentu," ucap Bayu.
Pertimbangan kedua, kata Bayu, terpasangnya gambar Presiden Jokowi di bahan kampanye pasangan calon tertentu dapat berimplikasi pengenaan sanksi pidana bagi Presiden Jokowi apabila terbukti Presiden menyetujui, membiarkan atau tidak menyatakan keberatannya.
Hal ini mengingat Pasal 71 ayat (1) UU 10/2016 tentang Pilkada melarang pejabat negara, pejabat daerah, pejabat aparatur sipil negara, anggota TNI/Polri untuk membuat keputusan dan atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon Pilkada.
"Terpasangnya gambar Presiden Jokowi sebagai pejabat negara dalam bahan kampanye pasangan calon tertentu secara nyata telah menguntungkan pasangan calon tertentu dan merugikan pasangan calon lainnya,” jelasnya.
Adapun hal ketiga yang seharusnya diperhatikan, menurut Bayu, penggunaan gambar Presiden Jokowi dalam bahan kampanye pasangan calon tertentu juga berpotensi menyebabkan pasangan calon lain yang merasa tidak didukung Presiden akan mengambil posisi berseberangan dengan kebijakan Presiden dan pemerintah pusat apabila memenangkan Pilkada.
Kondisi ini tentunya akan menghambat tercapainya tujuan pembangunan kesejahteraan di daerah yang sesuai UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah mensyaratkan adanya sinergi pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
"Atas dasar berbagai pertimbangan hukum tersebut dan demi menjaga kepentingan nasional maka sebaiknya Presiden Jokowi segara memberikan sikap jelas dengan menolak penggunaan gambar dirinya oleh pasangan calon tertentu dalam Pilkada," Bayu memengaskan.
Jika Presiden tetap tidak tegas menyatakan penolakannya dan gambar Presiden tetap dipakai dalam kampanye Pilkada maka Badan Pengawas Pemilu sesuai kewenangan yang dimilikinya dapat segera bertindak.
"Mengingat, hal ini merupakan pelanggaran terhadap Pasal 71 ayat (1) UU Pilkada. Yang sesuai Pasal 187 ayat (6) UU Pilkada dapat dipidana penjara paling singkat 4 (empat) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 200 juta atau paling banyak Rp. 1 Miliar," paparnya.