TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI mendorong dilakukannya amandemen atau perubahan UUD 1945 yang kelima.
Di antara amandemen tersebut adalah penguatan posisi lembaga perwakilan daerah.
Di tengah berbagai pihak mulai menggulirkan dukungan terhadap upaya penguatan DPD RI, berhembus kencang kabar Operasi Tangkap Tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap pimpinan DPD, berinisial IG, Sabtu (17/9/2016).
Irman Gusman ditangkap tadi malam oleh tim Satgas KPK.
Belum bisa dipastikan kasus yang menjerat Irman.
Anggota DPD RI Asri Anas memastikan Irman memang ditangkap KPK.
Namun, Asri mengaku belum tahu musabab penangkapan ketuanya itu.
Pasalnya, kata Asri, DPD tidak memiliki kewenangan dalam hal terkait hak anggaran untuk proyek di daerah.
"Kalau proyek daerah nggak masuk akal karena DPD tidak punya hak anggaran untuk proyek daerah kan. Dan kami tidak pernah rapat membicarakan anggaran dengan eksekutif," kata Asri saat dihubungi wartawan, Jakarta, Sabtu (17/9/2016).
Apakah wacana penguatan DPD ini akan berjalan mulus di tengah kabar tersebut?
Yang jelas, seperti dikutip dari laman DPD RI, disebutkan berbagai pihak mulai menggulirkan dukungan terhadap upaya penguatan DPD RI.
Salah satunya Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir dan jajarannya yang mendatangi Pimpinan DPD RI untuk menyatakan dukungannya kepada DPD RI.
Haedar Nashir mengatakan pihaknya memberikan dukungan kepada DPD untuk mengkaji secara mendalam agenda-agenda tentang posisi dan peran DPD maupun hal-hal lain yang berkaitan dengan struktur negara sebagai bagian dari amandemen UUD 45.
“Jika ada amandemen merupakan keniscayaan secara esensi dari kehidupan kita secara bangsa dan bernegara, bukan dari kepentingan politik yang parsial. Kemudian juga PP Muhammadiyah mendukung penguatan posisi dan penguatan DPD dalam hal legislasi sehingga dia punya peran dalam mengambil keputusan, ini sejalan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi,” ujarnya.
Dalam pertemuan dengan Ketua DPD RI, Irman Gusman, Wakil Ketua DPD RI, GKR. Hemas dan Ketua BK DPD RI, A.M. Fatwa, Haedar menjelaskan, DPD RI perlu untuk mengakselerasikan agenda politiknya ini ke ruang publik sehingga rakyat masyarakat memahami bahwa apa yang diperjuangkan DPD RI bukan untuk kepentingan sempit tentang DPD semata, tetapi suara dan aspirasi rakyat di daerah.
Sementara itu, dalam kesempatan berbeda anggota Lembaga Pengkaji MPR, Alirman Sori menilai DPD RI harus menjadikan opini pembubaran DPD sebagai “trigger” untuk mendapatkan kewenangan yang lebih besar sehingga dapat memperjuangkan kepentingan daerah dengan maksimal.
Hal ini disampaikan dalam rapat dengar pendapat Lembaga Kajian MPR dengan Badan Pengembangan Kapasitas Kelembagaan (BPKK) DPD RI di Ruang Rapat BPKK, Komplek Parlemen, Selasa (9/2/2016).
Alirman berpendapat bahwa BPKK DPD RI perlu menyikapi opini pembubaran DPD RI dengan positif.