TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, menjatuhkan hukuman pidana penjara empat tahun dan enam bulan serta denda Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan kepada Damayanti Wisnu Putranti.
Namun majelis hakim tidak mencabut hak politik Damayanti seperti tuntutan Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK).
Hakim menilai, mantan politikus PDI Perjuangan ini terbukti bersalah menerima suap terkait proyek jalan di Maluku dan Maluku Utara pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
"Mengadili memyatakan terdakwa terbukti sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan pertama," kata Hakim Ketua Sumpeno di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Raya, Kemayoran, Senin (26/9/2016).
Dalam pertimbangannya, Majelis menimbang hal yang meringankan, yakni berlaku sopan, mengakui perbuatannya, belum pernah dihukum, berterus terang, sebagai wakil rakyat yang memperjuangkan aspirasi kampung nelayan dan infrastruktur di dapilnya, masih memiliki tanggungan keluarga, serta mengembalikan uang ke negara.
"Sementara hal memberatkan, perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam upaya memberantas korupsi dan merusak demokrasi yang membuat check and balance antara eksekutif dan legislatif menjadi tidak efektif," kata Hakim Sumpeno.
Adapun vonis ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa yang menuntut Damayanti dengan pidana enam tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan.
Jaksa juga menuntut agar hakim mencabut hak politik bekas anggota Komisi V DPR RI ini.
Damayanti dinilai terbukti bersalah melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat ke-1 KUHP.