News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kasus Suap di Kementerian PU

KPK Minta Damayanti Buka Keterlibatan Anggota Komisi V DPR RI

Penulis: Wahyu Aji
Editor: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Terdakwa kasus suap, Damayanti Wisnu Putranti memeluk anaknya usa menjalani sidang dengan agenda pembacaan vonis di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (26/9/2016). Majelis hakim Tipikor memvonis Damayanti dengan pidana penjara 4 tahun 6 bulan denda Rp 500 juta dan subsider 3 bulan kurungan karena terbukti menerima suap dana aspirasi proyek pembangunan jalan di Maluku dan Maluku Utara sebesar Rp 8,1 miliar. TRIBUNNEWS/HERUDIN

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Komisi ‎Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengabulkan permintaan justice collaborator (JC) terpidana Damayanti Wisnu Putranti.

Untuk itu KPK meminta mantan politikus PDI Perjuangan tersebut membongkar keterlibatan anggota Komisi V DPR RI lain terkait suap pengalihan dana apsirasi menjadi program pembangunan jalan di Maluku dan Maluku Utara.

Salah satunya soal Ketua Kelompok Fraksi yang diduga terlibat rapat setengah kamar dengan Pejabat Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

"Kami berharap Damayanti membuka lebih keterangan keterangan (dugaan keterlibatan Fary dan Kapoksi) untuk mendalami kasus ini," kata Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati kepada wartawan di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (30/9/2016).

Menurut Yuyuk, Damayanti harus melakukan itu. Sebab gelar JC yang sudah disematkan kepadanya, menjadi konsekuensi yang patut dijaga bagi setiap terdakwa.

"Karena sudah ditetapkan sebagai JC, sehingga menjadi konsekuensi DWP memberikan keterangan-keterangan yang diduga terlibat kasus ini," kata Yuyuk.

Dalam kasus ini, KPK baru menjerat tiga anggota Komisi V DPR.

Mereka yakni Damayanti dari Fraksi PDIP, Budi Suprianto dari fraksi Golkar dan Andi Taufan Tiro dari Fraksi PAN.

Sebelumnya, Damayanti juga menyebut Ketua Komisi V, Fary Djemi Francis adalah‎ pelaku utama kasus ini.

Melalui penasihat hukumnya Wirawan Adnan, bahkan Damayanti mengaku siap membeberkan‎ peran ‎Fary kepada penyidik KPK.

"Secara spesifik atasannya Damayanti kan Ketua Komisi V. Jadi, kami akan mengarahnya ke sana (Ketua Komisi V), agar ditindaklanjuti KPK nanti," kata Adnan usai sidang putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (26/9/2016).

Sejumlah pimpinan Komisi V DPR juga telah diperiksa KPK. Termasuk Fary Djemi Francis.

Begitu juga dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta. Adapun rapat setengah kamar yang dilakukan para pimpinan dan Ketua Kelompok Fraksi dan para petinggi di Kementerian PUPR juga masuk fakta hukum majelis hakim saat memutus Damayanti.

Dalam persidangan, Damayanti pernah membeberkan bahwa pimpinan Komisi V DPR mengancam tidak akan menandatangi RAPBN yang diajukan Kemen PUPR jika tidak menampung permintaan Komisi V DPR terkait usulan aspirasi Rp 10 triliun.

"Pimpinan tidak mau melanjutkan rapat dengar pendapat dengan Kementerian (PUPR)," kata Damayanti diperiksa sebagai terdakwa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin, 15 Agustus 2016.

Karena itu, kata Damayanti, terjadilah kesepakatan antara pimpinan Komisi V DPR dan pejabat Kementerian PUPR.

Rapat itu dihadiri oleh Ketua Komisi V DPR dari Fraksi Gerindra, Fary Djemi Francis, Wakil Ketua Komisi V DPR Fraksi Demokrat, Michael Wattimena, Wakil Ketua dari Fraksi PDIP, Lasarus, Wakil Ketua Fraksi PKS, Yudi Widiana dan Wakil Ketua Fraksi Golkar, Muhidin Mohamad Said.

Sementara Kapoksinya dari Fraksi Gerindra, Muhammad Nizar Zahro, dari Fraksi PPP‎, Epriadi Asda,‎ Fraksi Hanura, Fauzi H Amro, dari Fraksi PKB, Muza Zainuddin, dari Fraksi PAN, Andi Taufan Tiro dan dari PDIP Yoseph Umar Hadi, serta pejabat eselon I Kementerian PUPR, yang salah satunya yakni Sekjen Kemenpupera Taufik Widjojono.

Damayanti menjelaskan, awalnya pimpinan dan Kapoksi meminta kompensasi fee Rp 10 triliun. Hal itu dikarenakan Kemen PUPR mendapatkan anggaran Rp 100 triliun.

Tapi Kemen PUPR tidak menyetujui angka Rp 10 triliun itu, sehingga diturunkan menjadi Rp 7 triliun, kemudian turun lagi menyentuh Rp 5 triliun.

Hingga akhirnya disepakati Rp 2,5 triliun di pos Ditjen Bina Marga Kemen PUPR.

Dalam pertemuan tertutup tersebut, kata Damayanti juga ditentukan fee atau kompensasi yang akan didapat setiap anggota Komisi V.‎

Selain itu, disepakati bahwa setiap anggota memiliki jatah aspirasi Rp 50 miliar, Kapoksi memiliki jatah Rp100 miliar, sementara pimpinan Komisi V mendapat jatah hingga Rp 450 miliar.

Damayanti mengatakan, setiap anggota Komisi V mendapat jatah proyek, nilainya ditentukan pimpinan komisi dan Kapoksi.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini