TRIBUNNEWS.COM -- Panti Sosial Marsudi Putra (PSMP) Handayani Kementerian Sosial, Bambu Apus, Jakarta Timur, telah menyiapkan sejumlah program untuk terpidana kasus pemerkosaan dan pembunuhan Yuyun, Ja bocah berumut 13 tahun. Satu metode hipnotis akan diterapkan kepada Ja untuk pemulihan dan rehabilitasi fisik dan psikis.
Kepala Panti Sosial Marsudi Putra (PSMP) Handayani, Neneng Heryani menyebut, tahap awal pemulihan dan rehabilitasi terhadap korban atau pelaku, biasanya menggunakan metode hipnotis. Metode ini mencari tahu cerita peristiwa itu terjadi.
"Untuk assesment awal terhadap korban atau pelaku, nanti ada terapi hipnoteria, itu seperti hinotis, agar bisa digali kenapa dia melakukan perbuatan seperti itu, sehingga dia mau mencurahkan dengan sejujurnya," ujar Neneng Heryani, Senin (3/9).
Kendati dituntut dengan pasal Pasal 340 KUHP junctoPasal 55 KUHP, Pasal 80 Ayat (3) dan Pasal 81 Ayat (1) juncto Pasal 76 huruf d Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, Ja lolos dari hukuman berat.
Majelis hakim Pengadilan Negeri Curup, Provinsi Bengkulu memutuskan menjatuhkan hukuman rehabilitasi dan pelatihan kerja di Lembaga Penyelenggara Kesejahteraan Sosial (LPKS) Marsudi Putra Jakarta Timur selama satu tahun kepada Ja.
Untuk diketahui, Ja merupakan satu dari enam terdakwa kasus pemerkosaan sekaligus pembunuhan siswi SMP bernama Yuyun. Berbeda nasib, hakim Heny Faridha memvonis Zainal alias Bos dengan hukuman mati. Zainal terbukti memerkosa dan membunuh Yuyun.
Sementara empat terdakwa, yakni Suket (19), Faisal (19), Bobi alias Tobi (20), dan Dedi mendapat hukuman 20 tahun penjara dan denda sebesar Rp2 miliar. Mereka terbukti telah memerkosa dan membunuh Yuyun.
Lebih lanjut Neneng mengakui, pihaknya telah menerima informasi dari kejaksaan perihal rencana rehabilitasi Ja di panti sosial yang dipimpinnya selama setahun sebagaimana vonis Pengadilan Negeri Curup, Rejanglebong. Ja akan dibawa ke panti setelah menyelesaikan administrasi berkas perkaranya.
"Belum tahu datangnya besok atau hari apa. Laporan dari kasubag saya, pihak kejaksaan hanya bilang akan segera dikirim anak itu," jelasnya.
Rencananya, Ja akan ditempatkan di Rumah Antara. Rumah tersebut sebagai tempat observasi secara fisik, psikis, sosial, termasuk mengobservasi penyebab dan dampak traumatik pidana yang dilakukan oleh Ja.
"Nanti diobeseravasi oleh tim, ada sosiolog, psikolog, tim medis, pendidikan keagamaan. Selain itu, akan ada pemdamping sosial untuknya selama proses rehabilitasi tersebut," ujarnya.
Menurutnya, Ja akan didampingi petugas dan pendamping rumah antara selama 24 jam. Catatan observasi akan menentukan apakah Ja bisa dipindah ke rumah asuh. Itu pun dengan syarat Ja memiliki catatan observasi yang baik.
"Jika ada perubahan record-nya, semisal dia sudah malau salat atau ibadah, mau membersihkan tempat tidur sendiri, dan kegiatan mandiri lainnya, maka akan ditempatkan di Rumah Asuh," ungkapnya.
Di tempat tersebut, petugas panti akan memberikan sejumlah pelajaran disiplin, program keterampilan hingga pendidikan formal kepada Ja.