TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua DPP Partai Hanura Dadang Rusdiana menilai usulan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang ingin agar amandemen UUD 1945 mengharuskan presiden dan wakil presiden merupakan orang Indonesia asli tak relevan.
Menurut dia, ketika seseorang menjadi warga negara Indonesia, maka hak-hak politiknya akan sama dan sederajat dengan warga negara lainnya.
Mereka juga harus mendapatkan perlakuan yang sama.
"Tidak relevan. Yang sudah warga negara Indonesia saja (yang boleh mencalonkan presiden dan wakil presiden)," ujar Dadang, saat dihubungi, Selasa (4/10/2016).
Pengembalian rumusan amandemen menjadi "warga negara Indonesia asli" dinilainya akan memunculkan perdebatan panjang.
Definisi "keturunan" akan menjadi tidak jelas batasannya. Demikian pula dengan kata "asli" yang tak bisa dengan didefinisikan secara sederhana.
Dadang mengatakan, perkembangan mobilitas manusia membuat percampuran antar-ras, tak bisa dihindari.
"Di Indonesia percampuran dengan Arab dan Tionghoa itu sudah terjadi. Wali Songo saja banyak turunan Arab dan Persia. Masa enggak bisa jadi presiden? Orang Aceh yang ada darah Arabnya masa enggak bisa nyalon? Mau jadi picik bangsa ini?" kata Anggota Komisi X DPR itu.
Dadang berpendapat, daripada mensyaratkan "Indonesia asli" lebih baik berbicara soal waktu lamanya seseorang menjadi WNI.
Ketentuan semacam itu dinilainya lebih relevan.
"Bukan bicara ras dan etnis. Primitif banget," kata dia.
Sebelumnya, PPP mengusulkan amandemen Undang-Undang Dasar 1945 yang mengharuskan bahwa presiden dan wakil presiden merupakan "orang Indonesia asli".
Adapun mengenai definisi "orang Indonesia asli" yang dimaksud PPP adalah perorangan, warga negara Indonesia yang berasal-usul dari suku atau ras yang berasal atau asli dari wilayah Indonesia.
Dengan demikian, WNI yang memiliki darah atau keturunan asing tidak bisa menjadi presiden atau wakil presiden.
Usulan amandemen tersebut disampaikan oleh Ketua Umum PPP Muhammad Romahurmuziy saat memberikan sambutan dalam Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) DPP PPP di Jakarta, Senin (3/10/2016).
Dalam Pasal 6 ayat 1 UUD 1945 disebutkan, "Calon presiden dan calon wakil presiden harus seorang warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri, tidak pernah mengkhianati negara, serta mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Presiden".
Menurut Romy, perubahan bunyi pasal tersebut sangat diperlukan sebagai ketegasan sikap dan semangat nasionalisme.(Nabilla Tashandra)