Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Terdakwa kasus dugaan suap proyek 12 ruas jalan di Sumatera Barat I Putu Sudiartana disebut pernah berniat menyumbangkan uang suap yang diterimanya kepada Partai Demokrat.
Hal itu dikatakan Kepala Bidang Pelaksana Jalan pada Dinas Prasarana Jalan, Tata Ruang dan Pemukiman Provinsi Sumatera Barat, Indra Jaya hadir dalam persidangan.
Indra menjadi saksi dalam sidang untuk terdakwa Kadis Prasarana Jalan, Tata Ruang dan Pemukiman Provinsi Sumbar, Suprapto dan pengusaha Yogan Askan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (10/10/2016).
Indra menyebutkan, informasi itu didapat dari orang kepercayaannya, Suhemi.
"Pak Suhemi bilang bagaimana kalau kami menyumbang untuk Partai Demokrat," kata Indra.
Menurutnya, rencana Putu itu diutarakan agar mendesak Dinas Prasarana, Tata Ruang dan Pemukiman Provinsi Sumbar menyelesaikan komitmen yang telah disepakatinya.
Kata Indra, melalui Suhemi, Putu sudah marah-marah lantaran komitmen terkait proyek 12 jalan belum juga ditepati.
"Pak Suhemi bilang, Pak Putu sudah ngomel terus. Katanya Kota Padang tidak komitmen," kata Indra.
Namun, Indra mengaku tidak tahu komitmen seperti apa yang dimaksud Putu itu.
Dia menduga komitmen itu karena Putu berhasil memasukkan anggaran infrastruktur jalan dalam Dana Alokasi Khusus (DAK).
Indra menjelaskan, komitmen berupa uang Rp 500 juta diberikan kepada Putu.
Uang itu merupakan hasil urunan beberapa pengusaha seperti Yogan, Suryadi Halim alias Tando, Hamnasri Hamid, dan Johandri.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa Yogan Askan telah memberikan suap Rp 500 juta kepada I Putu Sudiartana.
Yogan yang merupakan pendiri Partai Demokrat di Sumatera Barat itu didakwa bersama-sama dengan Kadis Prasarana Jalan, Tata Ruang dan Pemukiman Provinsi Sumatera Barat, Suprapto memberi suap kepada Putu.
Uang Rp 500 juta dimaksudkan untuk menggerakan anggota Komisi III Fraksi Partai Demokrat itu mengurus penambahan dana alokasi khusus (DAK) kegiatan sarana dan prasarana penunjang tahun 2016.
Yogan dan Suprapto didakwa melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun tahun 1999.
Sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.