TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Nama hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Partahi Tulus Hutapea yang menangani perkara kematian Wayan Mirna Salihin dengan terdakwa Jessica Kumala Wongso, disebut dalam sidang dengan terdakwa Ahmad Yani dan Raoul Adhitya Wiranatakusumah.
Nama hakim Partahi yang dibaca Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK).
Atas hal itu, Pegiat antikorupsi yang juga Peneliti Indonesia Legal Rountable (ILR) Erwin Natosmal Oemar menilai Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY) harus segera mengambil sikap atas hal tersebut.
Langkah awal yang harus diambil MA dan KY menurut Erwin adalah menonaktifkan hakim Partahi untuk sementara.
"MA dan KY harus segera mengambil sikap. Hakim yang bersangkutan untuk sementara dinonaktifkan dulu," ujar Peneliti ILR ini kepada Tribunnews.com, Rabu (12/10/2016).
Karena dia menurutnya, tidak menutup kemungkinan hakim yang bersangkutan akan membuat putusan yang bermasalah karena perilaku yang sama.
Sebelumnya, anggota majelis hakim yang memimpin sidang kasus kematian Wayan Mirna Salihin, Partahi Tulus Hutapea, diduga terlibat dalam kasus suap.
Partahi dan hakim lainnya, Casmaya, diduga bertemu dengan pengacara yang sedang beperkara dan menyepakati pemberian uang sebesar 28.000 dollar Singapura.
Hal tersebut diketahui dalam surat dakwaan terhadap staf Wiranatakusumah Legal and Consultant, Ahmad Yani.
Dakwaan terhadap Ahmad Yani dibacakan jaksa penuntut pada Komisi Pemberantasan Korupsi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (12/10/2016).
"Uang tersebut diberikan supaya Partahi selaku ketua majelis hakim dan Casmaya selaku anggota majelis hakim memenangkan pihak tergugat yang diwakili pengacara Raoul Adhitya Wiranatakusumah," ujar jaksa KPK, Pulung Rinandoro.
Dalam surat dakwaan, Partahi pernah bertemu dengan salah seorang pengacara yang tengah beperkara, yakni Raoul Wiranatakusumah.
Pertemuan itu dilakukan di ruang kerja hakim di Pengadilan Jakarta Pusat. Partahi diduga memutus perkara perdata sesuai dengan permintaan Raoul.
Dalam kasus ini, penyerahan uang sebesar 28.000 dollar Singapura dilakukan melalui Santoso, yang merupakan panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Sesaat setelah menerima uang, Santoso ditangkap petugas KPK.
Tiga hakim PN Jakarta Pusat, yakni Casmaya, Agustinus Setyo Wahyu, dan Partahi Tulus Hutapea pernah diperiksa penyidik KPK.
Ketiganya diperiksa terkait kasus dugaan suap terhadap panitera PN Jakarta Pusat, Santoso.