News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Soal Kasus Pembunuhan Munir, YLBHI: Komitmen Jokowi Masih Harus Dibuktikan, Hasilnya Apa?

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Julius Ibrani

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koordinator Bantuan Hukum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Julius Ibrani mengapresiasi sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menuntaskan pembunuhan aktivis HAM, Munir Said Thalib.

Namun menurutnya, komitmen Jokowi akan lebih diapresiasi publik bukan dilihat dari perintahnya kepada Jaksa Agung.

Presiden Jokowi sebelumnya memerintahkan Jaksa Agung HM Prasetyo untuk mencari dokumen berupa hasil laporan tim pencari fakta (TPF) kasus pembunuhan Munir.

Julius menilai, perintah tersebut belum cukup, semuanya masih harus dilihat dari hasil yang diperoleh untuk penuntasan tragedi pembunuhan aktivis HAM tersebut.

"Harus dilihat dari hasilnya apa?" ujarnya keTribunnews.com, Kamis (13/10/2016).

"Publik tahu, Jokowi sudah memerintahkan Jaksa Agung untuk kasus-kasus besar seperti Skandal #PapaMintaSaham, namun belakangan publik sadar bahwa itu hanya langkah politis untuk memperkuat posisi politik Jokowi saja. Krn faktanya kasus #PapaMintaSaham hilang ditelan bumi," jelasnya.

Lebih lanjut dia katakan, dokumen TPF sebenarnya sudah lama beredar di publik lewat media massa.

Jadi sebenarnya langkah untuk membuka dan mempublikasikan dokumen TPF adalah pintu gerbang melanjutkan proses hukumnya.

"Karena selama ini tidak mencerminkan keadilan bahkan ada beberapa pihak yang disebut dalam bukti yang sah di pengadilan namun tidak pernah diperiksa sama sekali. Aktor watak dari pelaku pun sampai sekarang tidak pernah diketahui. Jadi intinya di situ," katanya.

Sementara itu dikutip dari Kompas.com, Jaksa Agung sudah meminta TPF terkait pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib menyerahkan kembali dokumen hasil investigasi mereka ke pemerintah.

Ia mengatakan, hasil investigasi yang dikeluarkan pada era pemerintahan SBY belum diterima oleh pemerintah saat ini.

"Harapannya yang tergabung dalam TPF dapat menyerahkan dokumen itu sehingga mempermudah juga. Karena mereka yang mengerti dan mengikuti proses pencarian fakta," ujar Prasetyo saat dihubungi, Kamis (13/10/2016).

Prasetyo mengaku, belum pernah membaca isi dokumen tersebut. Bahkan, bentuk fisiknya pun tak pernah dia lihat.

Presiden Joko Widodo sebelumnya memerintahkan Prasetyo untuk mencari dokumen itu. Prasetyo bersedia mencarinya, namun meminta kerja sama TPF untuk memberikannya.

"Kalaupun sudah menjadi keputusan dari KIP dan Presiden meminta untuk menelusuri, kami akan lakukan. Kami akan telusuri di mana dokumen tersebut," kata Prasetyo.

Meski begitu, Prasetyo menganggap kasus pembunuhan Munir sudah selesai. Para pelaku sudah diproses secara hukum.

Menurut dia, tidak ada lagi yang perlu diungkit dari perkara itu karena sesungguhnya sudah terungkap. Namun, lain halnya jika ada bukti baru dalam hasil investigasi TPF.

"Jika ada novum, bisa dibuka kembali. Karena dalam membuka kasus, harus ada fakta baru dan bukti," kata dia.

Mantan anggota TPF Usman Hamid, sebelumnya mengakui masih memegang salinan dokumen hasil penyelidikan kematian Munir.

Begitu juga dengan anggota TPF yang lain. Ia memastikan, seluruh mantan angggota TPF siap memberikan apabila pemerintah meminta salinan dokumen tersebut.

"Kalau mau minta ke mantan anggota TPF, pemerintah bisa mengundang, apa salahnya sih Mensesneg (Pratikno) mengundang," kata Usman saat dihubungi.

Apalagi, lanjut Usman, saat ini cukup banyak mantan anggota TPF yang merupakan bagian dari pemerintah.

Misalnya, Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi, Nazaruddin Bunas di Kementerian Hukum dan HAM dan Abdul Kadir Jaelani, Konsul Jenderal Republik Indonesia di New York.

"Enggak usah TPF dari unsur masyarakat, undang saja TPF yang sekarang ini di pemerintahan," kata dia.

Kendati demikian, Usman tetap meminta agar pemerintah berusaha mencari dokumen asli yang diserahkan TPF ke Susilo Bambang Yudhoyono ketika menjabat Presiden pada 2005.

Dengan begitu, penuntasan kasus pembunuhan Munir bisa diselesaikan dengan jalur yang lebih resmi dan formal.

"Karena kan TPF saat ini sudah bubar. TPF itu lembaga adhoc yang bekerja tiga bulan lalu diperpanjang tiga bulan. Sekarang tidak ada TPF itu," katanya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini