TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Hamonangan Laoly enggan mengomentari mengenai gugatan Partai Persatuan Pembangunan kubu Djan Faridz.
Djan Faridz meminta Yasonna H Laoly untuk menganulir surat keputusan kepengurusan DPP PPP yang diketuai Romahurmuziy selanjutnya untuk mengesahkan kepengurusan Ketua Umum Djan Faridz.
"Masih dikaji secara cermat," kata Yasonna di kantornya, Jakarta, Jumat (14/10/2016).
Yasonna kemudian memilih diam dan menolak untuk membicarakan mengenai gugatan tersebut.
Sebelumnya, Yasonna H Laoly menerbitkan SK Kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Persatuan Pembangunan (PPP) periode 2016-2021 pada 29 April 2016.
Pemberian SK tersebut tindak lanjut dari Kementerian Hukum dan HAM yang mengesahkan susunan kepengurusan DPP Partai Persatuan Pembangunan hasil muktamar Bandung tahun 2011.
Kepengurusan Muktamar Bandung disahkan selama enam bulan untuk membentuk panitia kepengurusan baru.
"Mengesahkan kembali susunan komposisi dan personalia Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan hasil Muktamar Bandung tahun 2011 dengan masa bakti enam bulan," kata Yasonna saat memberikan keterangan pers di kantornya, Jakarta, Rabu (17/2/2016).
DPP yang disahkan tersebut, kata dia, memiliki kewenangan luar biasa untuk membentuk panitia yang akan menyelenggarakan Muktamar/Muktamar Luar Biasa sesuai dengan AD/ART PPP yang demokratis, rekonsiliatif, dan berkeadilan.
Hasil Muktamar Bandung sendiri mencantumkan Suryadharma Ali sebagai ketua umum. Suryadharma sendiri kini sedang ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi terkait kasus dugaan korupsi dana operasional menteri (DOM).
Kubu Djan Faridz tetap menolak SK dari Menkumham karena berpedaman pada putusan Mahkamah Agung yang memutuskan Djan Faridz sebagai ketua umum.