TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Umum Aliansi Nasionalis Indonesia ( Anindo), Edwin Henawan Soekowati, meminta Partai politik (Parpol) pengusung Calon Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, untuk menertibkan bicara Ahok.
“Ini menjadi tugas utama para para pimpinan parpol pengusung agar Ahok tidak lagi berbicara yang menyinggung masalah suku, agama, ras dan antar golongan atau SARA, yang berpotensi memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia,” tandas Edwin Henawan Soekowati didampingi Ketua Anindo Riano Oscha, dan Ketua Anindo Bob Randilawe, kepada wartawan di Jakarta, Senin (17/10/2016).
Karena menurut Edwin, belum lagi selesai kasus Surat Al Maidah yang mengundang reaksi umat Islam, belum lama ini atau tepatnya saat menghadiri acara ulang tahun politisi senior PDIP, Sabam Sirait, Ahok lagi-lagi keseleo lidah atau salah dalam menafsirkan Pancasila.
“Ahok mengatakan, bahwa Indonesia utuh apabila minoritas sudah menjadi presiden. Ini adalah penafsiran yang keliru dan sangat berbahaya. Karena statemen Ahok ini sama saja menilai kalau Pancasila walau di pimpin oleh mayoritas dan berhasil,tapi minoritas blm jadi Presiden maka Pancasila blm sempurna. tandas mantan anggota MPR/DPR Fraksi PDI periode 1987-1992 ini.
Jadi, lanjut Edwin, hendaknya parpol pengusung segera mengambil langkah-langkah agar Ahok tidak lagi melontarkan statement-statement berbau SARA dan juga menafsirkan Pancasila sesuai kehendaknya sendiri, yang bisa menimbulkan polemik berkepanjangan di masyarakat.
“Sebenarnya sangat tidak relevan mempertentangkan soal SARA di Indonesia ini, Sebab Indonesia ini sebenarnya dibangun atas dasar suku, agama, ras dan antar golongan. Di atas negara kepulauan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia,” terang mantan anggota KPU untuk Pemilu 1999 ini.
Apalagi kalau ada penafsiran-penafsiran yang keliru maupun kepentingan agama-agama dan suku-suku yang lainnya. “Kita harus selalu ingat dengan kalimat agama mu, agama mu dan agama ku adalah agama ku,dan tdk ada dominasi mayoritas dan tirani minoritas,di indonesia yg mayoritas saja toleran maka yg minoritas juga harus lebih toleran,Mari kita saling menghargai satu sama lainnya guna menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia,” harap Edwin.
Di bagian lain Edwin mengingatkan, bahwa sesungguhnya dalam pemilihan kepala daerah di tanah air sudah tidak ada lagi dikotomi yang berbau suku, agama, ras dan antar golongan. “Karena ada sebagai contoh beberapa kepala daerah yang beragama Kristen/Katolik ,etnis tertentu pun bisa menjadi walikota/bupati dan gubernur di daerah yang mayoritasnya beragama Islam. Contohnya Walikota Solo FX Rudi ,mantan Gubernur Kalimantan Tengah Teras Narang ,dan Gubernur Kalimantan Barat Cornelis dan banyak lagi lainnya terang Edwin.
Sementara Riano Oscha yg juga ketum Laskar Rakyat Jokowii menilai, pola komunikasi Ahok tidak sejalan dengan cita-cita dan amanat reformasi. “Bahkan beberapa statement Ahok saya nilai sangat berbahaya bagi masa depan demokrasi yang telah diperjuangkan. Seperti statement tembak di tempat bagi para pengunjuk rasa,” tandas Riano.
Riano juga meminta agar dalam setiap langkah dan geraknya, Ahok seolah-olah mendapat dukungan dari Presiden Jokowi. “Padahal Presiden Jokowi sendiri telah menegaskan, bahwa dirinya dalam posisi netral dalam pelaksanaan pilkada di seluruh tanah air,” tandasnya.
Sedang Bob Randilawe yg juga ketua Prodem meminta agar dalam menerapkan kebijakannya agar tidak selalu menekankan pembangunan infrastruktur yang dalam implementasinya mengorbankan masyarakat miskin. “Ahok harus adil dan melakukan pendekatan manusiawi terhadap masyarakat miskin di dalam setiap kebijakannya. Jangan asal main gusur,” tandas Bob.