TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penuntasan kasus-kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) masa lalu belum juga rampung setelah dua tahun Joko Widodo - Jusuf Kalla memimpin negeri ini.
Padahal hal itu salah satu tema kampanye dari pasangan tersebut pada 2014 lalu.
Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), Sidarto Danusubroto menganggap kasus-kasus tersebut termasuk kasus pembunuhan aktivis HAM, Munir Said Thalib, belum juga rampung, karena Indonesia belum siap menerima kenyataan masa lalu.
"Kenapa Munir tidak dibuka (kasusnya) karena kita tidak siap mengungkap kebenaran, bagaimana kita punya sejarah yang benar kalau kebenarann-kebbenaran itu belum diungkap," ujar Sidarto Danusubroto dalam diskusi yang digelar di kampus Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah, Tangerang Selatan, Banten, Kamis (20/10/2016).
Keengganan Indonesia termasuk peerintah itu selama ini terlihat dari aksi-aksi peggerebekan, terhadap berbagai diskusi dan pemutaran film yang berkaitan dengan tema-tema sensifit.
Sejauh ini yang banyak terjadi di Indonesia adalah pencatat kebenaran versi pemenang.
Sehingga masyarakat hanya menerima cerita dari sisi sang pemenang.
Padahal cerita dari pihak yang kalah dalam sejarah juga merupakan bagian dari kebenaran.
Sidarto Danusubroto mengatakan Indonesia seharusnya belajar dari Kamboja, dan negara-negara lain yang tidak sungkan untuk mengungkap masa lalunya yang kelam, demi masa depan yang lebih baik.
"Ini harus dibuka, kita tidak perlu malu seperti negara lain, itu kalau anda ingin tahu jawaban saya, terima kasih," katanya.