TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Komisi Pemberantasan Korupsi kembali memeriksa anggota Komisi II DPR RI 2009-2014 Chairuman Harahap terkait korupsi pengadaan KTP elektronik 2011-2012.
Chairuman akan dimintai keterangannya untuk melengkapi berkas penyidikan tersangka bekas Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Irman.
"Diperiksa sebagai saksi untuk tersangka IR (Irman)," kata Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati, Jakarta, Senin (7/11/2016).
Saat diperiksa sebelumnya, Chairuman mengatakan pengadaan KTP elektronik sudah sesuai tahapan-tahapan. Chairuman mengatakan Komisi II menyetujui proyek tersebut karena Indonesia membutuhkan identitas tunggal dalam rangka pemilihan umum (Pemilu).
"Enggak ada masalah. Kemendagri mengajukan proyeknya, nah kita kan butuh bahwa harus ada indentitas tunggal. Karena kan pengalaman Pemilu yang lalu di mana daftar pemilih tidak valid, maka kita perlukan itu," kata Chairuman, di KPK, Jakarta, Selasa (11/10/2016).
Terkait besarnya anggaran untuk pengadaan e-KTP, Chairuman Harahap mengatakan itu sesuai dengan pengajuan dar Kementerian Dalam Negeri. Menurut Chairuman, anggaran tersebut telah dibicarakan dengan para ahli.
Jika teranyata hasilnya tidak maksimal misalnya kualitas KTP yang buruk, Chairuman mengatakan pihaknya tidak bertanggung jawab.
Terkait aliran dana yang diduga mengalir ke Komisi II, politikus Partai Golkar itu mengaku tidak tahu. Aliran dana tersebut pernah diungkapkan bekas Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin.
"Ya buktikan aja sama dia. Itu kata dia, saya kenal juga enggak," tukas Chairuman.
Menurut Nazaruddin, dari unsur DPR RI yakni Setya Novanto, Anas Urbaningrum, pimpinan Badan Anggaran DPR, yakni Melchias Markus Mekeng, Mirwan Amir dan Olly Dondokambey, serta pimpinan Komisi II DPR antara lain Chairuman Harahap, Arief Wibowo dan Ganjar Pranowo.
Pada kasus tersebut, KPK telah menetapkan dua tersangka. Selain Irman, tersangka lainnya adalah bekas Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Sugiharto.
Negara diduga menderita kerugian Rp 2 triliun akibat korupsi pengadaan e-KTP.