TRIBUNNEWS.COM - Sekretaris Kabinet Pramono Anungmenampik anggapan jika konsolidasi politik yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo pada satu pekan terakhir pasca-terjadinya aksi demonstrasi di depan Istana Negara, Jakarta, Jumat (4/11/2016) lalu, karena ada upaya pelengseran terhadap Presiden.
"Enggak (ada upaya pelengseran). Yang jelas presiden berkomunikasi, bersilaturahmi, berdialog dengan siapa pun agar masyarakat ini segera tenang karena momentum perbaikan," kata Pramono seperti dikutip dari Setkab.go.id, Selasa (15/11/2016).
Menurut Pramono, konsolidasi politik yang dilakukan oleh Presiden Jokowi ke satuan TNI-Polri, Ulama hingga parpol itu dimaksudkan untuk menjaga kesejukan.
Presiden juga ingin sekaligus menyampaikan bahwa tidak ada intervensi terhadap kasus penistaan agama yang dituduhkan kepada Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama(Ahok).
Dengan tidak melakukan intervensi, menurut Seskab, maka Presiden memberikan kewenangan sepenuhnya kepada Polri untuk menindaklanjuti kasus itu.
"Mudah-mudahan segera ada keputusan," ujarnya.
Presiden, kata Pramono, berharap semua pihak bisa menerima apa pun keputusan yang diambil oleh Bareskrim Polri.
"Negara ini memang negara hukum. Negara ini adalah negara yang berdasarkan hukum bukan berdasarkan tekanan kekuatan politik, siapa pun yang melakukan itu,” ujar Pramono.
Karena itu, Presiden berharap tidak ada aksi unjuk rasa susulan pada 25 November mendatang. (Baca: Jokowi Kembali Berharap Tak Ada Demonstrasi pada 25 November 2016)
Pramono menegaskan, ke depannya Presiden masih akan terus melakukan komunikasi dengan berbagai pihak.
Saat ditanya mengenai kemungkinan Presiden Jokowi bertemu dengan para tokoh agama yang terlibat langsung dalam aksi demonstrasi 4 November lalu, seperti FPI dan HMI Seskab Pramono Anung menegaskan, bahwa presiden bisa berkomunikasi dengan siapa saja.
"Tetapi yang jelas presiden tentunya melakukan komunikasi dengan tokoh-tokoh yang kemudian diharapkan bisa menentramkan persoalan ini. Jadi itu yang dilakukan," ujarnya.