Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi I DPR Zainudin Amali menilai program deradikalisasi perlu dievaluasi menyusul mantan pelaku teror kembali beraksi.
Pelempar bom molotov di muka Gereja Oikumene, Samarinda, belakangan diketahui bernama Joh alias Jo bin Muhammad Aceng Kurnia, yang pernah dipenjara dalam kasus terorisme.
Joh menjalani hukuman pidana sejak 2012 akibat terlibat kasus peledakan bom buku di Jakarta pada 2011.
"Pernah dihukum karena teror, setelah bebas melakukan lagi. Ada sesuatu yang belum pas. Kita harapkan mengupdate terus aparat kita untuk mengantisipasi teror ini," kata Amali di Kompleks DPR-MPR, Senayan, Jakarta, Rabu (16/11/2016).
Amali menilai partisipasi masyarakat penting untuk aktif melaporkan hal yang mencurigakan untuk mencegah teror serupa terjadi di mana pun.
"Undang-undang (pemberantasan terorisme) harus diperjelas peran aparat menangani teroris," sambung politikus Partai Golkar ini.
Amali meminta pemerintah memberikan perhatian kepada korban aksi terorisme, meliputi perlindungan korban, kompensasi serta penanganan trauma.
"Teror menimbulkan ketakutan. Meneror orang membuat orang tidak tenang, itu targetnya. Bagaimana upaya menangkal ini sedini mungkin," sambung Amali.