Sedangkan menurut HB X, dalam lingkungan keraton yang menjadi dasar hukum tertinggi atau konstitusi adalah paugeran.
"Berasal dari kata uger, yaitu patokan yang sesungguhnya adalah konstitusi ketika sultan bertahta bisa mengubah sesuai kebutuhan internal dan eksternal," sebutnya.
Sabda Raja, Sabda Tama, dan Dawuh Raja dia sebut sebagai bagian paugeran.
Sehingga, katanya proses pergantian kekuasaan keraton sepenuhnya ada ditangan Sultan dan raja yang bertahta di DIY otomatis menjadi gubernur.
"Intinya bahwa laki-laki atau perempuan dapat menjadi sultan bertahta dan oleh Undang-Undang Dasar 1945 telah menjamin konstitusionalitasnya," ujar HB X.
Bagi Sultan, idealnya, Pasal 18 ayat 1 huruf m direvisi menjadi "menyerahkan riwayat hidup saja,".
Perbaikan sekumpulan undang-undang itu, dia sebut sebaiknya ikut dengan aturan keraton.
"Jika membutuhkan untuk memperbaiki Undang-Undang Keistimewaan dasarnya Sabda Tama, itulah perintah yang harus dimengerti dan laksanakan," kata dia.
Apalagi, dalam pembahasan dengan panitia khusus, saat UU tersebut masih digodok, tidak ada rincian riwayat hidup disebut-sebut.
"Hanya mekanisme pergantian saja yang dibahas," ujar Sultan.